Kita (Mungkin) Hidup di Dunia Simulasi, Fisikawan Kasih Buktinya
Hide Ads

Kita (Mungkin) Hidup di Dunia Simulasi, Fisikawan Kasih Buktinya

Aisyah Kamaliah - detikInet
Senin, 09 Des 2024 05:45 WIB
MEYRIN, SWITZERLAND - APRIL 19:  A detailed view in the CERN Computer / Data Centre and server farm of the 1450 m2 main room during a behind the scenes tour at CERN, the Worlds Largest Particle Physics Laboratory on April 19, 2017 in Meyrin, Switzerland.  Experiments at CERN generate colossal amounts of data (the LHC experiments produce over 30 petabytes of data per year). The Data Centre stores it, and sends it around the world for analysis. Archiving the vast quantities of data is an essential function at CERN. CERN has more than 130 Petabytes of stored data (the equivalent of 700 years of full HD-quality movies). CERN does not have the computing or financial resources to crunch all of the data on site, so in 2002 it turned to grid computing to share the burden with computer centres around the world.  The centre maintains disk and tape servers, which need to be upgraded regularly.  (Photo by Dean Mouhtaropoulos/Getty Images)
Ada gagasan yang menyebut dunia kita pada dasarnya ada dalam sebuah 'server'. Foto: Dean Mouhtaropoulos/Getty Images
Jakarta -

Profesor fisika dari University of Portsmouth menuturkan gagasan soal kemungkinan manusia hidup di dunia simulasi. Dia memberi bukti versinya sendiri. Tentu saja hal tersebut memancing perdebatan yang menarik untuk didiskusikan.

Dr Melvin Vopson menyebut menemukan bukti dari hukum fisika baru yang dijuluki 'second law of infodynamics' atau 'hukum kedua infodinamika'. Hukum ini mengindikasikan bahwa kita hidup di alam semesta simulasi. Dari klaimnya, dia menemukan bukti potensial ini saat mempelajari mutasi dari virus Sars-CoV-2.

Melansir IFLScience, banyak yang harus dijelaskan dari hukum ini tapi singkatnya, Vopson percaya ada proses (seperti simetri di alam semesta dan dalam evolusi virus) yang tampaknya bias terhadap meminimalkan informasi di alam semesta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena hukum kedua infodinamika merupakan keharusan kosmologis, dan tampaknya berlaku di mana-mana dengan cara yang sama, dapat disimpulkan bahwa ini menunjukkan bahwa seluruh alam semesta tampaknya merupakan konstruksi simulasi atau komputer raksasa," Vopson menjelaskan dalam sebuah artikel untuk The Conversation.

"Alam semesta super kompleks seperti milik kita, jika itu adalah simulasi, akan memerlukan pengoptimalan dan kompresi data bawaan untuk mengurangi daya komputasi dan persyaratan penyimpanan data untuk menjalankan simulasi. Inilah yang kita amati di sekitar kita, termasuk dalam data digital, sistem biologis, simetri matematika, dan seluruh alam semesta," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Vopson percaya bahwa mungkin ada cara untuk menguji apakah kita berada dalam simulasi, termasuk menentukan apakah informasi memiliki massa.

Jelas, ini adalah klaim yang kontroversial. Butuh bukti luar biasa untuk membuktikan hal tersebut. Sebelumnya, ada gagasan yang diajukan oleh filsuf Nick Bostrom. Dia menyebut bahwa peradaban masa depan mungkin memilih untuk menjalankan 'simulasi leluhur' guna mempelajari pendahulu mereka.

Dalam sebuah wawancara dengan Daily Mail, Vopson menguraikan beberapa kemungkinan lain, sambil juga menekankan bahwa ini adalah gagasan yang murni spekulatif. Artinya kita tidak memiliki dasar ilmiah untuk mempercayai bahwa gagasan itu benar.

Dia menyatakan bahwa simulasi yang kita alami dapat dibuat murni untuk tujuan hiburan. Dalam versi ini, orang dapat memasuki simulasi secara sukarela untuk mengalami kehidupan yang berbeda.

Dalam versi lain, pengalaman sadar kita hanyalah produk sampingan dari peradaban maju yang mencoba memecahkan masalah mereka sendiri.

"Bayangkan bahwa masyarakat kita memiliki masalah yang rumit untuk dipecahkan - krisis lingkungan, ekonomi, energi, perang," kata Vopson dalam wawancara tersebut.

"Jika kita memiliki kemampuan, cara terbaik untuk menyelesaikannya adalah dengan menjalankan simulasi (atau beberapa simulasi paralel) dan melihat solusi apa yang muncul dari versi simulasi kita. Jika salah satu simulasi memecahkan masalah, maka kita dapat mengadopsinya dalam realitas dasar sebagai solusi yang layak," sambungnya.

Selanjutnya, ia menyebut bahwa waktu dapat berjalan jauh lebih cepat dalam realitas dasar, dan makhluk dapat memilih untuk menjalani beberapa masa hidup dalam simulasi secara berurutan. Itu semua menunjukkan bahwa menjalani ratusan kehidupan dapat memakan waktu beberapa jam dalam realitas dasar.

Ya tapi balik lagi, belum ada bukti yang dapat menguatkan bahwa dunia yang kita jalani ini hanya sebuah simulasi. Meskipun demikian, ada orang-orang yang sependapat bahwa kita hidup dalam simulasi dan mengatakan bahwa hal itu mungkin dapat diuji.




(ask/ask)