Butuh Bantuan untuk Pecahkan Teka-teki Borobudur, Kamu Bisa Bantu?
Hide Ads

Eureka!

Butuh Bantuan untuk Pecahkan Teka-teki Borobudur, Kamu Bisa Bantu?

Rachmatunnisa - detikInet
Selasa, 28 Jun 2022 19:42 WIB
Objek wisata Candi Borobudur
Ini Ahli yang Dibutuhkan untuk Pecahkan Teka-teki Borobudur (Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom)
Jakarta -

Pemugaran Candi Borobudur masih menyisakan teka teki berupa ribuan blok batu candi yang belum tahu mau dipasang dimana. Ini seperti puzzle yang menantang!

Pemugaran Candi Borobudur yang selesai pada 1982, masih menyisakan sekitar 10 ribu blok batuan candi yang belum bisa direkonstruksi. Batuan itu ditempatkan di Kantor Balai Konservasi dan halaman Museum Karmawibangga di kompleks Candi Borobudur.

"Kami belum bisa memasangnya karena kita belum tahu persis ini lokasinya di mana," kata Brahmantara, pakar pengkaji dan pelestari Borobudur dalam live streaming Eureka! Rahasia Borobudur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disebutkan Brahmantara, selama ini Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dan para ahli melakukan berbagai riset untuk menemukan satu metode yang bisa menyerupai kondisi asli batu-batu lepas tersebut, baik dari aspek karakter material, bentuk dan lain sebagainya untuk bisa menyusun ulang batuan di Borobudur.

Menurut dia, pemasangan blok batu itu tidak mudah karena harus benar-benar sesuai di tempatnya semula, sesuai dengan corak, potongan, dan kesinambungan batu di sebelahnya. Apalagi jumlahnya ribuan.

ADVERTISEMENT

Anastilosis

Dalam hal ini, Brahmantara menyebut anastilosis, yaitu istilah arkeologi yang merujuk kepada teknik rekonstruksi atau pemugaran reruntuhan bangunan, di mana sebisa mungkin elemen-elemen arsitektural asli digunakan semaksimal mungkin dalam bangunan yang dipugar.

Istilah ini juga kadang digunakan untuk merujuk upaya rekonstruksi serupa untuk menyatukan kembali pecahan tembikar atau keramik yang sudah pecah, atau benda-benda kecil lainnya. Metode anastilosis juga digunakan dalam pemugaran Candi Borobudur.

"Banyak hal yang menjadi pertimbangan dasar mencocokkan, antara lain terkait dengan kesesuaian bentuk, ada analogi ketika beberapa bagian lain ada yang sama, semua ini menjadi satu referensi," jelasnya.

Mencocokkan dengan teknik rekonstruksi anastilosis, menurut Brahmantara, terkendala karena orang-orang yang dulu turun langsung mencari dan mengumpulkan batu, bukan orang sembarangan.

"Orang-orang ini yang pengalamannya sangat lama. Istilahnya kalau kami yang sehari-hari memelihara candi kita menyebutnya sebagai orang yang mengabdi. Tapi kalau keseharian beliau-beliau (para ahli) ini tidak lepas dari mencari batu untuk dicocokkan, dalam proses itu pun beliau-beliau ini melakukan prosesnya tidak sembarangan," terangnya.

Brahmantara menyebut, mereka bukannya tidak mencoba teknologi modern. Namun nyatanya, pengalaman dan keahlian menyusun batu itu didapat dari pengalaman yang prosesnya panjang dan tidak bisa dicari dengan substitusi apapun.

"Bahkan dengan beberapa teknologi modern pun, kami mencoba teknik pemindaian tiga dimensi, lalu dalam proses komputer kita coba untuk mengelompokkan, kami terus mencoba tapi belum bisa menemukan satu pendekatan yang konsisten," jelasnya.

Karenanya, Brahmantara berharap nantinya akan ada penemuan algoritma yang akan lebih memudahkan rekonstruksi batu-batu lepas di Borobudur sehingga semuanya menjadi tersusun sempurna seperti awal dibangun.

"Perlu riset yang benar-benar mendalam. Ketika kita menemukan satu pola yang konsisten, itu akan bisa menjadi acuan ketika menemukan pasangan batunya bagian mana," tutupnya.




(rns/fay)