Sebagian wilayah Eropa dilanda banjir bandang yang parah, paling hebat menimpa Jerman. Sampai-sampai skala banjir tersebut membingungkan pakar iklim. Kenapa demikian?
Perubahan iklim disebut semakin berisiko dan diduga kuat akan membuat cuaca makin ekstrem. Sebelum banjir bandang tak terduga di Eropa, temperatur di Amerika Serikat dan Kanada juga mengukir rekor sampai 49,6 derajat Celcius yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Di Jerman, ratusan korban meninggal dunia dan diprediksi terus bertambah. Di sebagian wilayah Jerman, hujan turun 148 liter per meter persegi hanya dalam waktu 4 jam. Padahal biasanya sepanjang bulan Juli di Jerman, skala hujan hanya sampai 80 liter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ilmuwan iklim sudah lama memprediksi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia akan memicu lebih banyak banjir, badai, gelombang panas, kekeringan dan situasi ekstrem lainnya. Namun apa yang terjadi belakangan melampaui perkiraan tersebut.
"Saya terkejut begitu jauhnya hujan ini dari rekor sebelumnya," kata Dieter Gerten, profesor iklim di Potsdam Institute for Climate Impact Research yang dikutip detikINET dari Guardian, Senin (19/7/2021).
Gerten tumbuh besar di salah satu desa yang terdampak banjir. Ia menceritakan kadang di sana terjadi banjir, tapi belum pernah separah kali ini. Hujan juga turun lebat tapi hanya menimpa sebagian kecil area dan sungai pun tidak naik airnya.
"Peristiwa kali ini sama sekali tidak biasa untuk wilayah tersebut. Waktu terjadinya lama dan berdampak pada wilayah yang luas," kata dia.
Secara umum, naiknya suhu global sekitar 1,2 derajat Celcius dibandingkan masa pra industri, menyebabkan hujan sangat lebat akan makin sering terjadi. Antisipasi pun perlu dilakukan, misalnya dengan menekan emisi gas berbahaya serendah mungkin.
Masih diperlukan penelitian memang, apakah perubahan iklim menjadi penyebab bencana banjir di Jerman dan wilayah lainnya, namun ilmuwan menyatakan arahnya ke sana.
"Dengan perubahan iklim, kita memperkirakan cuaca ekstrim akan menjadi lebih ekstrim. Apa yang kita saksikan di Jerman konsisten dengan tren ini," sebut Carlo Buontempo, Direktur Copernicus Climate Change Service.
(fyk/fay)