Semakin banyak orang mendapatkan vaksin COVID-19, semakin meluas kekebalan kawanan (herd immunity) terbentuk. Dengan begitu, penularan virus Corona bisa ditekan. Tapi, tidak semua orang mau divaksin.
Ada banyak alasan orang ragu-ragu bahkan terang-terangan menolak disuntik vaksin COVID-19. Hampir di semua negara, terdapat kelompok orang-orang yang menolak vaksin. Para ahli pun mencari pemahaman yang lebih baik tentang keraguan ini untuk membuat mereka berubah pikiran.
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan di Inggris, orang-orang akan lebih tergerak untuk mau divaksin dengan mengetahui manfaatnya untuk pribadi ketimbang secara kolektif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Science Alert, Sabtu (15/5/2021) dalam sebuah survei terhadap 18.855 orang di Inggris, fokus menyoroti keuntungan vaksin untuk pribadi setiap orang terbukti efektif mengubah pendapat mereka yang ragu-ragu akan vaksin, meski perbedaannya kecil.
Artinya, menekankan bagaimana vaksinasi dapat melindungi diri dari penyakit serius bahkan COVID-19 berkepanjangan (long COVID-19) pada tingkat individu lebih manjur mengubah persepsi orang, ketimbang menjelaskan bagaimana vaksinasi memungkinkan ekonomi pulih, memastikan lebih sedikit penularan virus di satu komunitas, atau mempercepat kembali normalitas bagi masyarakat secara keseluruhan.
"Jelas bahwa menyoroti keuntungan pribadi lebih efektif daripada menekankan manfaat kolektif bagi mereka yang sangat ragu-ragu untuk divaksin," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
"Untuk subkelompok ini, mungkin lebih sulit untuk mengubah perspektif sekarang menjadi manfaat kolektif. Tetapi menyoroti perspektif pribadi dapat memiliki daya tarik yang lebih besar," tambah mereka.
Dalam studi ini, relawan dibagi menjadi 10 kelompok sebelum diberikan pernyataan tentang vaksin COVID-19. Beberapa pernyataan menyebutkan manfaat kolektif, dan yang lainnya menyebutkan manfaat secara pribadi, serta hanya satu pernyataan dari National Health Service (NHS) Inggris tentang keamanan dan kemanjuran suntikan.
Kelompok-kelompok ini kemudian ditanyai lagi tentang vaksin. Di antara peserta yang awalnya sangat menolak divaksin, setelah membaca sejumlah pernyataan (control message) mendapat skor 28,53 dari skala 35 poin tentang keraguan divaksin (poin 35 adalah yang paling ragu-ragu). Mereka yang membaca tentang manfaat pribadi rata-rata skornya 27,04 pada skala yang sama.
Adapun pernyataan yang menyebabkan penurunan tingkat keraguan bagi peserta adalah pesan-pesan yang membahas keprihatinan atas keamanan vaksin, dan dalam kaitannya dengan kecepatan perkembangan mereka.
Tim di balik studi tersebut mengatakan bahwa pesan mengenai manfaat kolektif memang bekerja dengan baik dan masih memiliki peran untuk dimainkan. Tetapi bagi orang-orang yang belum tergerak oleh pesan tersebut, pendekatan berbeda mungkin diperlukan.
"Ini menunjukkan potensi pesan manfaat untuk pribadi, tapi tentu saja masih perlu diperkuat dan ditanamkan, serta diulangi," kata psikolog Daniel Freeman, dari University of Oxford, Inggris.
Dengan SARS-CoV-2 virus masih marak melanda berbagai negara, tentunya masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan agar pandemi ini bisa terkontrol.
Para ahli masih bekerja untuk memahami bagaimana vaksin yang kita miliki sejauh ini dapat merespons varian virus Corona yang muncul. Tapi jelas bahwa sejauh ini, agar bisa seaman mungkin, kita memerlukan semua orang yang bisa divaksin agar mau disuntik.
"Efektivitas program vaksinasi COVID-19 bergantung pada partisipasi massa: semakin besar jumlah orang yang divaksinasi, semakin kecil risiko bagi populasi tersebut. Pesan yang ringkas dan persuasif menjadi sangat berperan di sini," kata para peneliti.
(rns/agt)