Bahaya di Balik Salju Merah Darah di Antartika
Hide Ads

Bahaya di Balik Salju Merah Darah di Antartika

Fino Yurio Kristo - detikInet
Minggu, 01 Mar 2020 18:00 WIB
Salju Merah Antartika
Salju merah di Antartika. Foto: Kementerian Riset Ukraina
Jakarta -

Sebagian salju di Antartika berubah warnanya menjadi merah darah. Fenomena ini ternyata selain menyajikan pemandangan unik, juga di baliknya mengandung bahaya tersendiri.

Diberitakan sebelumnya, ilmuwan yang bermarkas di stasiun riset milik Ukraina, Vernadsky Research Base, dikelilingi oleh salju semacam itu. Penyebabnya sejenis ganggang dengan pigmen merah bernama Chlamydomonas Chlamydomonas nivalis.

Jadi saat musim dingin melanda Antartika, mereka mampu bertahan hidup. Tumbuhan yang hidup di berbagai area dingin ini berada jauh di bawah lapisan salju sehingga tak terlihat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Barulah ketika temperatur lebih hangat muncul di sana, pada musim panas antara Oktober sampai Februari, ganggang tumbuh ke permukaan salju dan mengubahnya jadi merah.

Warna merahnya berasal dari karotenoid di kloroplas ganggang itu. Pigmen ini berperan untuk menyerap panas dan melindungi ganggang dari sinar ultraviolet. Namun ada konsekuensi lain.

ADVERTISEMENT

"Merekahnya ganggang ini berkontribusi pada perubahan iklim," sebut National Antarctic Scientific Centre Ukraina yang dikutip detikINET dari Science Alert.

Studi tahun 2016 mengungkap jika perkembangan ganggang menurunkan jumlah cahaya yang direfleksikan oleh salju di kutub. Tahun 2017, studi terpisah menyebut bahwa ganggang ini berkontribusi dalam mencairnya seperenam salju di Alaska.

Jadi, area yang banyak ganggangnya mengalami es meleleh lebih cepat. Musim panas di Antartika sendiri makin sering diwarnai mencairnya es seiring naiknya temperatur. Nah, kondisi ini membuat ganggang semakin subur dan kemudian, makin banyak lagi es mencair.

"Peristiwa semacam ini sekarang terjadi lebih sering," kata ahli salju, Mauri Pelto dari Nichols College. Seperti diketahui, mencairnya es bukanlah berita bagus karena berpotensi menambah kenaikan air laut.

Antartika sendiri baru saja mengalami 9 hari gelombang panas bulan ini dan juga mencatat rekor temperatur tertinggi, yaitu 18,3 derajat Celcius di stasiun riset Argentina.