Dilansir detikINET dari Space, Senin (12/11/2018), peluncuran ini awalnya dijadwalkan untuk dilakukan pada bulan April dengan membawa empat satelit. Tetapi, peluncuran tersebut harus berkali-kali ditunda karena isu di pengendali motor di salah satu mesinnya serta beberapa isu lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan membangun roket kecil seharga USD 5,7 juta (Rp 84 miliar) yang ditujukan untuk mengangkut muatan kecil, Rocket Lab sendiri diperkirakan menjadi salah satu pesaing SpaceX. Sama seperti SpaceX, mereka menawarkan peluncuran satelit dengan biaya yang lebih hemat.
Namun, jika SpaceX menggunakan roket Falcon 9 yang dapat digunakan berkali-kali untuk menghemat biaya, Rocket Lab menghemat biaya dengan mesin yang dicetak secara 3D, bahan komposit yang ringan, dan pompa bahan bakar bertenaga baterai yang unik.
Perusahaan yang juga berbasis di California, Amerika Serikat ini telah memiliki jadwal peluncuran yang padat dalam 18 bulan ke depan. Dua pabriknya yang berada di Auckland, Selandia Baru dan California ditargetkan dapat membangun satu roket dalam satu minggu.
CEO dan pendiri Rocket Lab, Peter Beck juga menargetkan perusahaannya untuk meluncurkan satu roket setiap minggu pada tahun 2020. Namun untuk saat ini, Rocket Lab akan fokus kepada peluncuran 10 cubesat untuk NASA pada bulan Desember 2018.
Tonton juga 'Cahaya Menakjubkan Muncul di Langit California, Bukan UFO Lho':
(fyk/fyk)