Kedua orang tersebut adalah Nick Hague dari NASA dan kosmonot Rusia bernama Aleksey Ovchinin. Mereka direncanakan untuk mengorbit menuju International Space Station (ISS).
Alhasil, karena kejadian tersebut, para astronot itu terpaksa memisahkan diri dari roket dan melakukan pendaratan darurat menggunakan kapsul. Untungnya, keduanya mendarat di Bumi dengan selamat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku dirinya berharap untuk bisa meluncurkan astronot pada Desember mendatang dengan tetap menggunakan Soyuz. Menurutnya, tidak semua misi bisa berakhir sukses.
"Saya sepenuhnya menanti bahwa kami akan terbang lagi menggunakan roket Soyuz dan saya tidak memiliki alasan saat ini bahwa itu tidak akan sesuai jadwal," kata Bridenstine seperti dikutip detikINET dari TechCrunch, Minggu (14/10/2018).
Padahal, sampai saat ini investigator masih belum mengetahui apa yang menyebabkan booster milik roket Soyuz MS-10 tidak berfungsi. Lebih lagi, malfungsi itu terjadi hanya dua menit setelah peluncuran.
Meski demikian, Bridenstine mengatakan bahwa ia bersyukur insiden ini tidak memakan korban jiwa. Hal tersebut disebabkan sistem yang dibuat untuk astronot melarikan diri saat keadaan darurat berfungsi sebagaimana mestinya.
Jika NASA teguh pada pendiriannya, maka saat ini tiga astronot yang berada di ISS tidak harus memperpanjang masa tinggalnya. ISS juga tidak perlu dibiarkan terbang dalam kondisi kosong.
Walaupun ISS dirancang untuk dapat terbang dalam kondisi kosong, akan sangat berisiko jika tidak ada awak saat terjadi masalah. Selain itu, bisa jadi akan banyak eksperimen yang gagal.
Saat ini sendiri memang hanya Soyuz yang diandalkan untuk mengirimkan awak manusia ke luar angkasa. Walau perusahaan seperti SpaceX dan Boeing tengah mengembangkan sistem peluncuran baru, namun sepertinya masih membutuhkan waktu lama hingga mereka benar-benar siap. (mon/mon)