Sekitar 40 tahun lalu, bukti pertama petir di Jupiter berhasil dideteksi oleh pesawat antariksa nirawak Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), yaitu Voyager 1. Ketika itu, Voyager 1 mendeteksi adanya emisi radio frekuensi yang diduga dari petir di Jupiter.
Para ilmuwan pun mencoba mencari tahu kembali petir di Jupiter ini dengan memanfaatkan pesawat antariksa NASA Juno yang mengorbit di planet tersebut. Hasilnya, ilmuwan menemukan lebih dari 1.600 kali petir, di mana temuan ini hampir 10 kali lebih banyak dari yang ditemukan Voyager 1.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka juga menemukan tingkat puncak dari empat sambaran petir per detiknya itu enam kali lebih tinggi dari puncak yang ditemukan Voyager 1.
"Petir di Jupiter bisa sama seringnya seperti yang terjadi di Bumi," ujar penulis utama studi Vana KolmaΕ‘ovΓ‘, dari Akademi Ilmu Pengetahuan Ceko di Praha, kepada Space, Kamis (7/6/2018).
"Mengingat perbedaan yang nyata di atmosfer antara Jupiter dan Bumi, orang mungkin menilai bahwa kesamaan yang kita lihat di badai mereka itu menarik," sebut penulis studi lainnya, William Kurth dari University of Iowa.
Peneliti memeriksa data dari Juno dan untuk pertama kalinya mendeteksi gelombang radio dari petir atau ribuan kali frekuensi lebih tinggi daripada yang sebelumnya terlihat.
"Seperti yang kita duga, petir Jupiter mungkin tidak berbeda dari petir yang terjadi di Bumi," ucap Kurth.
Soal distribusi petir di Jupiter, ilmuwan ini melihat peristiwa itu sering terjadi di daerah kutub ketimbang di wilayah khatulistiwa. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Bumi.
Bila dirinci lagi, belahan Jupiter sebelah utara lebih sering terjadinya petir ketimbang dengan belahan yang ada di selatan planet. Terkait kenapa itu bisa terjadi, peneliti masih belum mengetahuinya. Laporan mengenai petir di Jupiter ini ditulis dan diterbitkan dalam jurnal Nature Astronomy. (agt/fyk)