Hamster, hewan peliharaan lucu yang disukai banyak orang, kini mendapat perhatian khusus dari para ilmuwan yang sedang berjuang menghadapi pandemi COVID-19.
Lima belas tahun lalu, ilmuwan menemukan bahwa hamster dapat dengan mudah terinfeksi Coronavirus yang menyebabkan severe acute respiratory syndrome (SARS) atau sindrom pernafasan akut.
Gejala-gejalanya sangat halus, nyaris tak terlihat, sehingga hewan ini tidak cukup punya daya tarik dijadikan sebagai percobaan untuk penyakit ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dengan adanya COVID-19 yang disebabkan virus yang masih terkait, SARS-CoV-2, hamster menjadi prospek baru sebagai model percobaan yang tampaknya akan lebih membantu karena kemiripannya mendekati manusia.
Dikutip dari Sciencemag, ilmuwan Jasper Fuk-Woo Chan dari University of Hong Kong (HKU) dan timnya melakukan penelitian dengan cara menginfeksi delapan hamster dengan Coronavirus.
Menurut laporan penelitian tersebut, kedelapan hamster kehilangan berat badan, menjadi lesu, dan mengembangkan bulunya hingga acak-acakan. Selain itu, postur mereka membungkuk, dan pernapasannya sangat cepat.
Kadar tertinggi SARS-CoV-2 ditemukan di paru-paru dan usus hamster, jaringan yang dipenuhi dengan target virus, dan reseptor protein yang disebut angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2).
"Temuan ini sangat mirip dengan manifestasi infeksi saluran pernapasan atas dan bawah pada manusia," kata Chan dan timnya dalam jurnal ilmiah Clinical Infectious Diseases yang ditulis 26 Maret 2020.
Chan dan rekan-rekannya hanya satu dari puluhan tim yang saat ini sedang berjuang mengembangkan model hewan yang dapat membantu menemukan vaksin dan perawatan yang efektif untuk COVID-19, dan menjelaskan dengan tepat bagaimana SARS-CoV-2 bisa menyebabkan penyakit ini.
Dengan segala keterbatasan di tengah situasi pandemi, tim-tim ilmuwan ini susah payah dan kewalahan, namun tetap berkolaborasi secara intensif.
Untuk diketahui, setiap Kamis, Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengatur konferensi video dari hampir 100 ilmuwan, regulator, dan penyandang dana yang secara bersama-sama bekerja dengan laboratorium pemeliharaan hewan-hewan, termasuk tikus, hamster, musang, dan beberapa spesies monyet.
"Banyak silo informasi tradisional benar-benar dikerahkan," kata co-chair William Dowling yang bekerja membantu pengembangan vaksin di Coalition for Epidemic Preparedness Innovations.
Kelompok ini saling bertukar data dan tips terbaru seperti strategi penularan virus yang berbeda dan tempat yang paling mungkin untuk menemukan patogen pada hewan.
"Semuanya berlomba menemukan model hewan yang paling setia mendekati kondisi manusia dan dapat direproduksi. Ini bukan hal yang menyenangkan karena kita berada di kondisi yang sulit. Tapi ini cara yang menyegarkan sebagai pendekatan masalah," kata Chad Roy, peneliti monyet dari Tulane National Primate Research Center.
Percobaan dengan hewan dapat menjelaskan mengapa anak-anak jarang mengalami gejala, seberapa cepat SARS-CoV-2 mentransmisikan melalui partikel aerosol versus tetesan yang lebih besar, dan apakah faktor genetik inang membuat beberapa orang yang punya penyakit parah lebih rentan.
Satu studi monyet telah menunjukkan bahwa hewan yang membersihkan infeksi SARS-CoV-2 dapat menahan infeksi ulang setidaknya selama 1 bulan.
Sementara itu, tikus telah lama menjadi andalan biomedis. Hewan ini juga menjadi anugerah bagi penelitian COVID-19. Namun tikus mengabaikan infeksi SARS-CoV-2 karena reseptor ACE2 tikus memiliki begitu banyak perbedaan utama dari manusia.
Apakah tikus, hamster, musang, monyet, atau hewan mana yang bisa bantu penelitian COVID-19? Yang jelas, para ilmuwan saat ini sedang mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk mencari model percobaan terbaik yang bisa menjadi 'senjata' melawan pandemi ini.
(rns/rns)