Facebook yang Kebobolan (Lagi) dari Aksi Penembakan di Thailand
Hide Ads

Facebook yang Kebobolan (Lagi) dari Aksi Penembakan di Thailand

Fitraya Ramadhanny - detikInet
Rabu, 19 Feb 2020 11:32 WIB
LONDON, ENGLAND - AUGUST 03: A person holds an iPhone displaying the Facebook app logo in front of a computer screen showing the facebook login page on August 3, 2016 in London, England.  (Photo by Carl Court/Getty Images)
Facebook dikecam karena lambat cegah konten terorisme (Carl Court/Getty Images)
Jakarta - Aksi penembakan di Thailand pekan lalu, menyisakan masalah untuk Facebook. Lagi-lagi pelaku bisa memposting aksinya dan Facebook terlambat bereaksi.

Facebook pernah dikecam ketika terjadi aksi terorisme di Selandia Baru, dimana pelaku bisa memposting aksinya di laman Facebook. Dari kecaman itu, Facebook berjanji lebih ketat lagi melakukan pengawasan.

Namun sepertinya jauh panggang dari api. Saat aksi penembakan oleh tentara di Thailand, pelaku lagi-lagi bisa memposting di Facebook berkali-kali dalam drama pembantaian yang menewaskan 29 orang dan melukai 58 orang itu.

Mungkin ini tidak disadari untuk Facebooker yang ada di luar negeri. Namun untuk Facebooker di Thailand, aksi pelaku sebar postingan di Facebook ini lumayan ramai. Diberitakan News.com Australia, Rabu (19/2/2020) Facebook pun kembali menjadi sorotan banyak pihak.


Mestinya Facebook bisa mencegah sepenuhnya, memblokir atau mekanisme lain sehingga pelaku aksi terorisme tidak bisa memposting apapun saat melakukan aksinya. Karena, pelaku aksi terorisme tidak pernah peduli dengan panduan aturan yang ada di Facebook.

Dalam aksi penembakan di Thailand, Facebook mengatakan live stream dari pelaku hanya singkat saja dan tidak menunjukan aksi kekerasan. Semua konten terkait pelaku sudah dihapus dari Facebok.

Facebook menegaskan, punya kebijakan menghapus konten yang mendukung terorisme atau penembakan masalah. Tapi --ada tapinya nih-- sebelumnya harus ada yang melaporkan dulu ke Facebook.

Facebook mengaku memiliki 15.000 orang moderator yang memantau 2,4 miliar pengguna di seluruh dunia (1 moderator mengawasi 160 ribu orang). Moderator ini harus mengawasi konten dengan lebih dari 50 bahasa. Artinya, 1 bahasa mesti dikuasai minimal 300 moderator.

Ketika ada laporan masuk ke Facebook, moderator inilah yang akan mengkaji laporan dari pengguna. Jika urusan kalah jumlah ini disebut sebagai kelemahan, apakah alasan Facebook ini bisa diterima oleh publik?


(fay/fyk)