Dihubungi oleh detikINET, Kepala Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan bahwa berapa lama gunung "tertidur" tentu berbeda-beda.
"Gunung punya karakter masing-masing seperti orang kan, begitu lahir, dewasa, lahir, tua, mati, ada yang pemarah, ada yang biasa-biasa saja, jadi gitu," jelas Kasbani melalui telepon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, para peneliti selalu melakukan pengawasan pergerakan magma pada gunung-gunung yang aktif guna mendeteksi ketika ada indikasi gunung mulai aktif.
"Biasanya ya umumnya ada peningkatan aktivitas yang seperti sudah terekam dari alat-alat kita, itu kan kelihatan pergerakan magmanya. Terus kalau erupsi kan macem-macem jenisnya, kalau yang tadi itu (gunung Tangkuban Perahu --red) freatik," jelasnya.
Letusan freatik adalah erupsi yang disebabkan adanya kontak air dengan magma. Erupsi freatik sebagian besar terdiri dari gas atau uap air. Biasanya freatik bersifat sesaat. Hingga saat ini pemantauan pada Gunung Tangkuban Perahu, yang sebenarnya punya nama resmi "Tangkuban Parahu", masih dilakukan.
Beda dengan Gunung Merapi
Kasbani menuturkan hingga saat ini, pemantauan pada Gunung Tangkuban Perahu masih dilakukan.
"Pergerakan magma kita pantau, jika ada magma yang keluar dengan jumlah besar, dan dierupsikan dalam jumlah besar, itu bisa terjadi letusan juga. Tapi yang tadi kan tidak. Kita pantau sih, kalau dari indikasi belum akan menunjukkan erupsi yang besar, mudah-mudahan tidak akan berlanjut," ujarnya.
Lebih lanjut, Kasbani menuturkan erupsi gunung Tangkuban Perahu sore ini berbeda dengan erupsi yang pernah terjadi di gunung Merapi.
"Sejauh ini erupsi terkait dengan kandungan uap air dan gas, beda dengan Merapi yang ada awan panasnya, wedus gembel," tutupnya.
(ask/krs)