Sampai saat ini, terhitung ada lima pemain satelit berasal dari Indonesia, yakni PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), Telkom, Indosat Ooredoo, BRI, dan MNC.
Sementara itu, Indonesia baru memiliki stasiun peluncuran roket yang berada di Garut, Jawa Barat yang merupakan miliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila kapasitas dari para pemain satelit di atas ditotal, Direktur Utama PSN Adi Rahman Adiwoso mengatakan bahwa kebutuhan kapasitas satelit di Indonesia baru mencakup 30-40 Gbps. Sementara di sisi yang lain, permintaan kapasitas satelit ini terus meningkat.
"Jumlah kapasitas ya, karena bikin satelit itu bukan berarti besok beres, jadi harus mikir sampai 2025. Sampai tahun itu, kita butuh kapasitas 500 Gbps," ujar Adi di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Belum lagi, kata Adi, pemerintah berencana meluncurkan satelit Multifungsi yang kapasitasnya mencapai di atas 100 Gbps untuk menghubungkan 150 ribu titik guna menghubungkan akses internet ke sekolah, puskesmas, pemerintahan daerah, sampai koramil dan polres.
Dengan memiliki bandara antariksa secara mandiri, tentunya akan menghemat ongkos bagi para pemain satelit yang selama ini selalu meluncurkan di luar negeri. Soal itu, Adi berpandangan, Indonesia masih belum ada rencana yang jelas menuju ke sana.
"Itu biasanya merupakan kebijakan pemerintah perlu apa tidak. Mengembangkan ini harus terus-menerus dan menerima kegagalan karena India, China, Amerika Serikat, atau SpaceX itu sering gagal," tuturnya.
"Mungkin sekarang lagi sibuk bangun jalan tol, pelabuhan. Tapi, mau tidak mau dengan kondisi sekarang, memang harus dipikirkan serius," sambung Adi.
Dengan mempunyai bandara antariksa sendiri, Adi mengatakan Indonesia bisa melihat potensi yang dimiliki negara ini ke depannya. Ia mencontohkan, Indonesia sebagai penghasil sawit terbesar di dunia dapat dipantau dari luar angkasa.
"Kalau menggunakan drone atau pesawat kan itu terbatas. Selain itu, bisa melihat laut kita seperti apa dari satelit," imbuhnya.
Ia pun berharap pemerintah bisa mencanangkan pembangunan antariksa. Tentunya itu harus dibekali ketekunan dan keseriusan.
"Misalnya biaya USD 1 miliar itu kelihatannya banyak, tapi kalau dipecah sampai beberapa tahun, masa negara kita nggak mampu. Tapi, apakah itu menjadi kepentingan politis kita sekarang dan memperkuat kemampuan kita sendiri? kalau saya sebagai orang satelit bahwa itu mau tidak mau, keinginan itu harus dimulai," pungkasnya.
(fyk/krs)