Menkominfo Bicara Nasib Pelanggan First Media & Bolt
Hide Ads

Menkominfo Bicara Nasib Pelanggan First Media & Bolt

Agus Tri Haryanto - detikInet
Selasa, 13 Nov 2018 17:50 WIB
Menkominfo Rudiantara bicara soal nasib pelanggan First Media dan Bolt (Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET)
Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan bahwa pemerintah masih terus menagih PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Intenux Tbk (Bolt) yang menunggak pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio di 2,3 GHz.

Berdasarkan laporan Evaluasi Kinerja Penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) 2,3 GHz, First Media dan Internux (Bolt) punya tunggakan pokok plus denda sampai Rp 708 miliar. Kedua perusahaan ini belum membayar BHP frekuensi radio tahun 2016 dan 2017 yang akan jatuh tempo 17 November 2018.

"(First Media dan Bolt) belum bayar," jawab Rudiantara menanggapi sejauh mana proses pembayaran kedua perusahaan yang berada di bawah naungan Lippo Group tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Rudiantara menuturkan bahwa Kominfo reguler melakukan evaluasi atas kinerja dan kewajiban operator secara umum. Pada saat itu, ternyata First Media dan Bolt belum memenuhi kewajibannya dalam membayar BHP frekuensi radio.

"(Kominfo kirim) surat mengingatkan agar segera membayar sudah dikeluarkan sesuai dengan aturan. Namun sampai saat ini, mereka belum melakukan settlement (penyelesaian). Ini First Media tapi yang menggunakan 2,3 GHz, karena ada (First Media) yang cable dan lain sebagainya," tuturnya.

Ditegaskannya kembali, apabila First Media dan Bolt masih belum memenuhi kewajiban membayar BHP frekuensi radio sampai tanggal 17 November 2018, maka pemerintah mencabut izin penggunaan frekuensinya, bukan pengoperasiannya.

"Akibatnya nanti masyarakat pengguna atau pelanggan yang menggunakan layanan BWA di 2,3 GHz di kedua perusahaan tersebut akan kehilangan layanan," ungkap pria yang disapa Chief RA ini.




Dengan demikian First Media dan Bolt harus bertanggungjawab terhadap pelanggannya, jika izin penggunaan frekuensi yang mereka miliki harus dicabut oleh pemerintah.

"Ya, itu perjanjiannya seperti apa. Itu bisnis antar korporasi dengan pelanggannya. Iya dong (tanggungjawab)," pungkasnya.


(fyk/krs)