Seorang aktivis asal Atlanta, Amerika Serikat, bernama Samuel Tunick, didakwa atas tuduhan penghancuran barang bukti setelah diduga menghapus seluruh isi ponselnya sebelum sempat digeledah oleh petugas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (Customs and Border Protection/CBP) di sebuah bandara di AS.
Tunick didakwa pada 13 November, dan surat perintah penangkapannya diterbitkan pada hari yang sama. Dalam dakwaan disebutkan bahwa pada 24 Januari lalu, Tunick dengan sengaja menghapus data di ponsel Google Pixel miliknya untuk mencegah atau menghambat aparat pemerintah mengambil alih perangkat tersebut sebagai barang bukti.
Belum dijelaskan secara rinci alasan CBP ingin menggeledah ponsel Tunick. Namun, menurut dokumen dakwaan, pemeriksaan perangkat itu seharusnya dilakukan oleh seorang petugas pengawas dari CBP Tactical Terrorism Response Team, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Selasa (16/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan Tunick sendiri terjadi awal bulan ini dalam sebuah pemeriksaan lalu lintas di Atlanta. Berdasarkan pernyataan dari pendukungnya, Tunick--yang juga dikenal sebagai musisi--diminta keluar dari mobil karena masalah pada lampu belakang. Ia kemudian diborgol dan dikelilingi petugas, termasuk dari FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS).
Jaksa tidak meminta penahanan sebelum persidangan. Tunick pun dibebaskan setelah sidang awal, meski ia dilarang meninggalkan wilayah Georgia bagian utara selama proses hukum berlangsung.
Pihak pendukung Tunick menilai penangkapan ini bermuatan politis. Kamau Franklin, Direktur Eksekutif Community Movement Builders, menyebut dakwaan tersebut tidak berdasar dan menuding adanya kriminalisasi politik untuk mengalihkan perhatian publik dari isu domestik di AS.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi publik soal konsekuensi hukum dari tindakan menghapus data digital. Banyak orang beranggapan bahwa mengunci atau menghapus ponsel adalah bagian dari hak privasi. Namun, menurut hukum federal AS, ketika sebuah perangkat elektronik menjadi target penyitaan atau penggeledahan yang sah, menghapus isinya justru bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.
Dalam sejumlah undang-undang federal, data digital diperlakukan setara dengan dokumen fisik. Menghapus informasi untuk menghalangi aparat memperoleh barang bukti dapat dijerat pasal obstruction of justice, meski perangkat tersebut belum sepenuhnya dikuasai oleh petugas.
Isu ini semakin sensitif di wilayah perbatasan AS, di mana CBP memiliki kewenangan luas melalui border search exception. Dalam kondisi tertentu, agen dapat memeriksa ponsel tanpa surat perintah, dan penolakan atau penghapusan data justru berpotensi memperberat masalah hukum yang dihadapi pemilik perangkat.
(asj/asj)