Migrasi TV Gembung ke Digital, Kominfo: Cukup Tambah Set Top Box
Hide Ads

Migrasi TV Gembung ke Digital, Kominfo: Cukup Tambah Set Top Box

Atta Kharisma - detikInet
Jumat, 13 Mei 2022 12:52 WIB
Set Top Box, perangkat bantuan TV analog untuk menangkap siaran TV digital.
Foto: Trans7
Jakarta -

Televisi pada zaman sekarang ini hadir dengan bentuk yang beragam, mulai dari yang gembung, datar, tipis hingga gabungan antara keduanya. Melalui perangkat tersebut lah gelombang siaran yang disiarkan dari menara-menara pemancar stasiun televisi diterjemahkan menjadi acara yang bisa dinikmati masyarakat.

Itulah pemahaman umum tentang kata televisi. Menelusuri lebih dalam lagi, ada satu hal yang perlu dipahami yakni teknologi penyiaran. Teknologi penyiaran merupakan perpaduan semua bentuk media menjadi gambar bergerak dan bersuara melalui medium gelombang radio yang ada di udara.

"Berkat teknologi tersebut, orang bisa memilih melihat tim bola favoritnya berlaga, atau menyaksikan pemain bulu tangkis Indonesia yang sedang mengalahkan lawan-lawannya walaupun berbeda lokasi ribuan kilometer dan berbeda zona waktu," ujar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam rilis resminya, Jumat (13/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teknologi penyiaran yang masih digunakan di Indonesia tersebut dikenal dengan sebutan penyiaran analog, atau disingkat TV Analog. Teknologi TV Analog ini Free To Air, artinya dipancarkan menggunakan medium udara dan diterima gratis oleh pesawat penerima.

Hanya dengan memasang antena, mencolokkan kabel dan menyetel televisi serta mengatur channel-channel di televisi masyarakat sudah bisa langsung menikmati siaran. Teknologi TV Analog ini biasanya identik dengan televisi tabung.

ADVERTISEMENT

Selain itu, ada juga teknologi penyiaran lain menggunakan satelit atau dikenal juga dengan istilah televisi satelit. Teknologi penyiaran satu ini biasanya menggunakan antena parabola, dan masih banyak ditemui di Indonesia.

Namun, televisi satelit memiliki keterbatasan pada luas cakupannya, sehingga masyarakat yang berada di daerah terpencil, batas negara atau kawasan terisolasi tidak dapat sepenuhnya menikmati tontonan televisi. Kendati antena sudah dipasang menjulang, siaran sulit tertangkap.

"Sekalipun antena sudah dipasang tinggi menjulang, siaran tidak tertangkap, kalaupun tertangkap gambar televisi bersemut dan suara kemresek. Padahal makin terpencil, terisolasi, dan terluar, televisi jadi andalan untuk mendapatkan informasi dan hiburan," jelas Kominfo.

Menurut survei Litbang Kominfo pada tahun 2019, masih ada 6% masyarakat Indonesia yang menggunakan televisi satelit ini. Sedangkan, penduduk Indonesia di tahun 2021 mencapai 264 juta jiwa. Bisa dibayangkan berapa banyak masyarakat Indonesia yang masih menggunakan televisi satelit untuk mendapatkan hiburan dan informasi dari siaran televisi.

Salah satu faktor masyarakat masih menggunakan televisi parabola adalah infrastruktur, atau dalam hal ini stasiun pemancar, tidak dibangun secara merata di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Pulau Sumatera dan Jawa dipadati dengan stasiun pemancar, namun di lain pihak, daerah-daerah lain masih white space atau kosong gelombang siaran terpancar lemah.

"Bila saudara hidup atau sesekali pernah melancong di daerah luar Pulau Jawa dan Sumatera, tentunya akan paham dengan hal tersebut. Dengan bantuan gelombang yang dipancarkan satelit, kemudian ditangkap menggunakan parabola, masyarakat di daerah white space bisa menikmati siaran televisi. Tentu tidak gratis, ada biaya pemasangan parabola dan berlangganan," tulis Kominfo.

Fenomena ini banyak dijumpai di pedalaman Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Parabola menjadi antena penangkap gelombang yang kemudian disalurkan ke televisi penerima. Setelah digital receiver mengolah sinyal tangkapan parabola, televisi dapat menampilkan gambar dan suara.

Baca Selanjutnya >>>

Di era modern, masyarakat menyambut bentuk teknologi penyiaran baru yaitu televisi berlangganan. Dinamakan demikian karena hanya masyarakat yang membayar secara berkala lah yang dapat menikmati siarannya.

Model ini juga dikenal dengan nama televisi kabel. Nama TV kabel muncul lantaran materi siaran disebarkan menggunakan jaringan kabel, seperti kabel fiber optik.

Hasil survei Kominfo tahun 2019 menyebutkan 16% masyarakat sudah beralih membeli layanan tv kabel. Adapun mayoritas dari jumlah tersebut berasal dari masyarakat perkotaan.

"Televisi kabel menggunakan teknologi penyalur tersendiri yang dibangunnya. Isi siarannya lebih banyak itemnya dibandingkan tv analog, atau satelit. Sedangkan televisi penerimanya bisa juga berbentuk tabung, atau mungkin saja televisi digital. Televisi digital yang dimaksud ini adalah televisi yang sudah dilengkapi fitur-fitur pengubah sinyal analog menjadi digital. Salah satu tandanya tv itu mampu menangkap gelombang wifi dan digunakan untuk berinternet," papar Kominfo.

Bentuk pertelevisian yang terakhir adalah streaming internet. Teknologi ini tengah populer di kalangan masyarakat seiring naiknya penggunaan internet di Indonesia. Dalam teknologi internet tersebut, beragam konten informasi disiarkan, termasuk berbagai siaran televisi yang dipancarkan menggunakan jaringan internet.

Teknologi ini lah yang melahirkan istilah live streaming, atau menonton siaran secara langsung melalui internet. Hasil riset yang dihelat Kominfo menunjukkan ada 4% masyarakat yang melahap sajian melalui internet ini.

"Jadi, siaran televisi yang ditonton dengan internet, bukanlah free to air. Walaupun dipancarkan juga melalui gelombang radio di udara, gelombang internet menggunakan frekuensi yang berbeda dari cara penyiaran teknologi analog," ungkap Kominfo.

Kominfo sendiri kini tengah mengupayakan masyarakat Indonesia beralih ke televisi digital. Hasil survei Litbang Kominfo 2019 menunjukkan 66% masyarakat masih mengakses siaran televisi dengan TV Analog. Mereka ini lah yang akan diajak bermigrasi ke televisi digital.

"TV lama masih bisa digunakan karena, yang diubah adalah teknologi pemancarannya. Sama-sama tetap menggunakan medium udara dan free to air, hanya sekarang muatan dalam pancaran itu berbentuk digital. Bukan lagi analog. Jadi buku yang dikirim dari stasiun televisi bukan lagi berbentuk buku kertas, tetapi ebook atau buku digital. Semacam itulah," jelas Kominfo.

"Untuk itu, diperlukan alat tambahan yang mengubah sinyal hasil tangkapan antena televisi menjadi bentuk suara dan gambar. Alat tersebut bernama Set Top Box (STB). Dengan menggunakan STB, TV tabung dapat disulap menjadi TV digital yang bisa menyajikan hiburan dan tayangan informatif.

"TV Tabung memang masih menggembung di Indonesia. Cukup tambahkan Set Top Box, yang menggembung akan sekejap menjadi kekinian. Menjadi digital," ujar Kominfo.

"Ringkasnya dari tulisan di atas adalah, ada empat buah jenis cara masyarakat menangkap siaran televisi. Televisi tabung, alias teknologi analog masih menggembung. Lebih dari separuh masyarakat. Nah dengan adanya Analog Switch Off, mari beramai-ramai migrasi ke digital. Penyiaran gelombang akan menggunakan teknologi digital. Kualitas gambar lebih bersih dan jernih. Tentunya canggih juga," pungkas Kominfo.



Simak Video "Rekomendasi TV Digital Harga Rp 3 Jutaan"
[Gambas:Video 20detik]