Sekolah dapat menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian pulsa dan paket data untuk keperluan pembelajaran jarak jauh. Namun penyalurannya dinilai harus direncanakan dengan matang.
Penggunaan dana BOS ini diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah Reguler.
Dalam aturan terbaru tersebut disebutkan selama masa penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sekolah dapat menggunakan dana BOS Reguler untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut direspon positif oleh Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi.
Menurutnya Kemendikbud harus memberi bantuan kepada siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Seharusnya dalam Juknis tersebut Kemendikbud juga tak hanya memberikan bantuan pulsa saja, tetapi juga harus memberikan ruang kepada sekolah untuk dapat memanfaatkan dana BOS untuk membeli gawai.
"Sebab masih banyak siswa dan guru yang tak memiliki gawai. Mungkin di Jakarta setiap siswa dan guru sudah memiliki gawai. Namun di luar Jakarta dan beberapa wilayah yang masyarakatnya memiliki daya beli terbatas mungkin belum tentu satu siswa atau guru memiliki gawai. Mungkin Kemendikbud bisa meminta partisipasi vendor handset untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Vendor handset bisa mengalokasikan dari dana CSR mereka," papar Uchok.
Uchok berharap nantinya pulsa yang dibagikan Kemendikbud tersebut merata. Kemendikbud jangan memilih siswa yang tidak mampu saja. Sebab saat ini semua lapisan masyarakat terkena imbas COVID-19, di mana penghasilan orang tua juga menurun. Bahkan ada orang tua siswa yang terkena PHK. Siswa yang orang tuanya terkena PHK akibat dampak COVID-19 juga harus menjadi perhatian Kemendikbud.
Saran Uchok, pemberian pulsa atau kuota data guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah juga harus disesuaikan dengan kebutuhan proses pembelajaran. Jangan sampai pulsa atau kuota yang diberikan kepada siswa atau guru tak mencukupi.
Untuk itu Uchok meminta Kemendikbud dapat segera berdialog dengan operator telekomunikasi untuk mencari solusi terbaik guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.
"Seperti meminta kepada operator untuk memberikan harga spesial atau kuota yang lebih bagi siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Dengan harga pulsa Rp 100 seperti saat ini saya pikir tidak cukup. Karena pelaksanaan pembelajaran dari rumah membutuhkan video conference. PNS saja mau dikasih bantuan pulsa Rp 200 ribu oleh pemerintah. Masa pulsa untuk pelaksanaan pembelajaran dari rumah di bawah itu," ujar Uchok.
Karena pelaksanaan pembelajaran dari rumah ini membutuhkan layanan video dan live streaming, Uchok menyarankan kepada Kemendikbud dan seluruh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kabupaten Kota di seluruh Indonesia, untuk dapat memilih operator telekomunikasi yang andal dengan kualitas terjamin.
Jika ada operator yang memiliki kualitas yang buruk, sering buffering dan sinyalnya lemah, seharusnya menjadi pertimbangan Kemendikbud dan Dinas Pendidikan untuk tidak memilihnya. Karena akan menghambat proses belajar mengajar peserta didik.
"Jangan sampai karena mempertimbangkan harga yang murah saja Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah salah memilih operator. Seperti memilih operator yang sering buffering atau sinyalnya tidak stabil. Karena pulsa dan kuota sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah, seharusnya Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah tinggal fokus untuk mencari operator yang terbaik guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Jangan sampai pembelian pulsa yang menggunakan anggaran negara tersebut tidak bisa dipakai sama sekali sehingga menghambat proses belajar mengajar peserta didik. Ini bisa dikatagorikan potensi kerugian bagi masyarakat dan negara," tutup Uchok.
(asj/asj)