Konsumen yang mengetahui dirinya mendapatkan barang elektronik atau ponsel BM, bisa menuntut pedagang tersebut dan meminta ganti rugi.
Aturan IMEI sendiri, yang akan berlaku 18 April, diketahui dirancang pemerintah untuk memerangi peredaran ponsel ilegal di Tanah Air yang dinilai telah merugikan negara karena tidak terkena pajak.
"Kemarin ketika rapat juga dengan Menteri Kominfo, ada juga Pak Merza (Ketua Umum ATSI) terkait dengan bagaimana dengan ganti rugi ketika konsumen membeli perangkat yang ternyata tidak valid atau tidak teregistrasi," ujar Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ojak Manurung dalam diskusi mengenai Aturan IMEi secara virtual, Rabu (15/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain konsumen untuk (meminta) ganti rugi, sebenarnya ada di Undang-undang Perlindungan Konsumen," ucap Ojak menambahkan.
Dipaparkan, pada Pasal 19 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatakan pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
"Kewajiban di Pasal 19 di Undang-undang Perlindungan Konsumen itu menempatkan tanggungjawab pelaku usaha untuk memberikan kerugian atas konsumen tadi membeli perangkat yang tidak valid tadi yang bentuknya bisa pengembalian uang, penggantian barang, atau bentuk lain," tutur Ojak.
Terkait hal tersebut, Ojak mengatakan bahwa Kemendag telah melakukan sosialisasi kepada produsen, importir, distributor, hingga pedagang ponsel agar memastikan ponsel yang akan dijualnya itu telah terdaftar di Kementerian Perindustrian.
Disampaikan Ojak, setiap pelaku usaha yang akan melakukan pendaftaran barang elektronika, termasuk telepon seluler, komputer genggam, tablet, dia harus mencantumkan IMEI pada barang atau kemasan.
"Jadi, pelaku usaha yang melakukan pendaftaran ini adalah produsen atau importir. Produsen untuk produk dalam negeri, kalau importir itu barang dari luar negeri. Wajib mencantumkan IMEI itu pada barang atau kemasan," kata Ojak.
"Terkait dengan label berbahasa Indonesia, pelaku usaha dalam hal ini importir atau produsen wajib mencantumkan IMEI pada kemasan. Ini beda, kalau tadi mendaftarkan lewat kartu garansi, tapi saat pada label wajib cantumkan IMEI pada kemasan, karena ini kaitannya dengan perlindungan konsumen sehingga bisa cek langsung ke Kementerian Perindustrian," pungkasnya.
(agt/fyk)