Sistem pertahanan udara Israel seperti Iron Dome memang lumayan ampuh, akan tetapi mulai bisa dijebol lawannya seperti Iran. Nah untuk menambah perlindungan, senjata laser yang tengah dikembangkan Israel, dijuluki Iron Beam, diharapkan mulai beroperasi tahun depan atau 2025.
"Kemampuan pertama sistem laser darat diharapkan mulai beroperasi setahun dari hari ini," kata Eyal Zamir, Dirjen Kementerian Pertahanan Israel. Ia menandatangani kontrak USD 535 juta atau Rp 8,4 triliun dengan produsennya, Rafael dan Elbit.
Perjanjian kementerian dan kontraktor itu disebut akan meningkatkan secara signifikan laju produksi untuk memasok sistem laser tepat waktu. Iron Beam tidak dimaksudkan untuk menggantikan Iron Dome atau sistem pertahanan udara Israel lain, tapi untuk melengkapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat beroperasi, senjata laser ini ditujukan untuk menembak jatuh proyektil yang berukuran cukup kecil. Sementara senjata atau rudal yang lebih besar tetap ditangkal sistem seperti David's Sling dan Arrow.
Menurut Kementerian Pertahanan, selama ada sumber energi konstan untuk senjata laser, tidak ada risiko kehabisan amunisi. Kementerian tersebut mengklaimnya efektif, akurat, mudah dioperasikan, dan jauh lebih murah daripada sistem perlindungan lain.
Sistem ini dirancang untuk menghancurkan roket jarak pendek, artileri, dan bom mortir dengan jangkauan hingga 10 km. Selain itu, Iron Beam juga dapat mencegat drone dengan biaya diestimasi hanya USD 2-5 per intersepsi.
Sejak perang di Gaza dimulai Oktober 2003, sekitar 26.000 roket, rudal, dan drone diluncurkan ke Israel dari berbagai penjuru. Sebagian besar roket yang ditembakkan ke Israel dicegat Iron Dome, namun biayanya mahal. Tiap rudal pencegat diperkirakan berharga USD 40.000 hingga USD 50.000.
Sistem Iron Beam akan mencegat roket dengan biaya jauh lebih murah. Namun, kelemahan utama sistem laser adalah tak berfungsi baik dalam jarak pandang rendah, termasuk saat awan tebal atau cuaca buruk. Karenanya, kementerian bermaksud memasangnya di pesawat dan menempatkannya di atas awan.
Pada tahun 2022, kontraktor pertahanan Amerika Serikat Lockheed Martin menandatangani perjanjian dengan Rafael Advanced Defense Systems untuk bergabung dalam proses pengembangan Iron Beam dengan tujuan memproduksi varian sistem tersebut untuk pasar Amerika Serikat.
Kerentanan Iron Dome
Israel memang menghadapi potensi kekurangan pencegat roket dan rudal dalam pertahanan udaranya, termasuk untuk Iron Dome. Perang selama setahun di Gaza dan Lebanon dan meningkatnya konflik dengan Iran membuat sistem pertahanan Israel mulai rentan.
Israel mungkin kian perlu memutuskan target mana yang diprioritaskan karena kurang pasokan. "Masalah amunisi Israel serius. Jika Iran merespons serangan (balasan) Israel dan Hizbullah juga ikut serta, pertahanan udara Israel akan semakin rentan," kata Dana Stroul, mantan pejabat pertahanan AS.
Terlebih Iron Dome dan sistem pertahanan Israel lain bukannya mustahil ditembus. Saat serangan Iran, gambar satelit pangkalan udara Nevatim di Israel selatan, yang menjadi tempat jet tempur F-35, menunjukkan 32 rudal Iran berhasil mengenai perimeter pangkalan. Itu menurut analisis profesor Jeffrey Lewis di Institut Studi Internasional Middlebury.
Untuk mencegat rudal balistik jarak menengah Iran, Israel mengandalkan Arrow 2 dan Arrow 3. Ada kemungkinan pada saat serangan itu, sistem Arrow gagal berfungsi sesuai harapan.
"Saat mendesain Iron Dome, kami tak membayangkan ia harus berfungsi seperti ini. Sistem itu dibuat untuk jangka pendek, bukan setahun," kata ujar Hilla Haddad Chmelnik, insinyur kedirgantaraan yang mengaku berperan penting dalam mengembangkan Iron Dome.
"Tidak ada pertahanan sempurna. Kenyataannya, semakin lama perang berlangsung, semakin besar tekanan pada sistem," tambahnya.
(fyk/fay)