Film Oppenheimer akhirnya tayang di Jepang, 8 bulan setelah penayangan perdananya di Amerika Serikat. Film ini sempat diduga takkan tayang di Negeri Sakura, mengingat ceritanya yang sensitif mengenai asal mula bom atom yang kemudian menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Film itu mengisahkan sepak terjang J. Robert Oppenheimer yang sering dijuluki bapak bom atom. Oppenheimer cukup laris di Jepang dan telah meraup pendapatan sekitar USD 2,5 juta.
Penayangan perdananya di Hatchoza, Hiroshima, yang berlokasi kurang dari 1 kilometer dari titik pusat ledakan bom atom. Tentu banyak penonton di sana merasa emosional. Tetapi ada kritikan bahwa film ini kurang menampilkan kengerian yang ditimbulkan bom atom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa saja dihadirkan lebih banyak deskripsi dan penggambaran horor bom atom. Dari sudut pandang Hiroshima, tidak cukup banyak tentang horor senjata nuklir, tapi saya tetap mendorong orang menyaksikannya," kata mantan walikota Hiroshima, Takashi Hiroika yang kini berusia 96 tahun.
Memang film ini lebih menggambarkan pergulatan batin Oppenheimer dan tokoh lainnya mengenai dampak bom atom. Para hibakusha, survivor bom atom, berharap film itu setidaknya mengakui penderitaan yang diakibatkan Enola Gay, bom atom yang dijatuhkan pesawat US B-29, pada 6 Agustus 1945.
Jumlah kematian dilaporkan sekitar 140 ribu. Tiga hari kemudian, bom atom dijatuhkan di Nagasaki, membunuh setidaknya 74 ribu jiwa. Bom itu menjadi salah satu faktor utama Jepang akhirnya menyerah di Perang Dunia II.
"Saya pikir tidak adanya adegan tentang survivor bom atom adalah kelemahan film ini. Tapi faktanya, banyak adegan Oppenheimer menunjukkan kekagetannya mengenai realitas bom atom. Itu cukup bagi saya," cetus Profesor Masao Tomonaga, survivor bom atom dan direktur kehormatan Japanese Red Cross Nagasaki Atomic Bomg.
"Hibakusha saat ini sudah sangat tua, jadi film ini untuk anak-anak muda. Sekarang terserah generasi masa depan untuk memutuskan bagaimana menghilangkan senjata nuklir dari dunia," tambahnya yang dikutip detikINET dari Guardian.
"Saya menunggu adegan pengeboman Hirosima, tapi tidak ada. Penting untuk menunjukkan cerita sepenuhnya, termasuk para korban, jika kita ingin punya masa depan tanpa bom atom," ujar Toshiyuki Mikami, dari kelompok penyintas bom atom. Ia masih 3 tahun saat bom diledakkan di Hiroshima.
Tetapi banyak juga yang mengumbar pujian. "Saya penggemar Christopher Nolan. Ketika Hiroshima disebut di film, itu memicu sesuatu dalam diri saya. Ini sungguh film tentang Oppenheimer dan caranya bergumul dengan hati nuraninya. Jadi dalam hal ini, saya pikir adalah benar tidak memperluasnya terlalu banyak untuk menunjukkan dampaknya," tutur Mei Kawashima, pemuda warga Hiroshima.
Shogo Tachiyama, seorang mahasiswa, mengatakan hanya mengetahui sedikit tentang pria yang karyanya menyebabkan kehancuran kota tempat dia dilahirkan. "Kami mengetahui tentang pengeboman dan dampaknya di sekolah dasar, tapi saya tak tahu apa-apa tentang Oppenheimer," katanya.
"Saya belajar banyak dari film ini dan membuat saya berpikir ulang tentang apa yang dapat saya dan generasi muda lainnya lakukan, dimulai dari desakan bahwa senjata nuklir tidak boleh digunakan lagi," cetusnya.
(fyk/afr)