Cerita Jessi, Engineer Doyan Drakor Bikin Aplikasi untuk Tunanetra
Hide Ads

Cerita Jessi, Engineer Doyan Drakor Bikin Aplikasi untuk Tunanetra

Adi Fida Rahman - detikInet
Sabtu, 09 Mar 2024 14:00 WIB
Jessi, Co-Founder PetaNetra
Cerita Jessi, Engineer Doyan Drakor Bikin Aplikasi untuk Tunanetra Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
Jakarta -

Jessi Febria adalah alumni Apple Developer Academy yang kini berkarier di salah satu perusahaan online travel agent (OTA) di Indonesia. Selain menjalani profesinya sebagai software engineer, dia disibukkan dengan proyek PetaNetra, aplikasi bantu navigasi tunanetra.

PetaNetra merupakan karya akhir Jessi bersama rekannya untuk kelulusan Apple Developer Academy. Bersama dua female founders lainnya, Graciela Gabrielle Angeline dan Yafonia Kristiani Martina Napadot terus memoles kemampuan aplikasi tersebut hingga kini.

Ada alasan kuat kenapa Jessi tetap terus mengembangkan aplikasi yang sudah didownload lebih dari 3.500 kali di iOS maupun Android.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proyek Sosial

Lantaran menyukai matematika, Jessi memutuskan untuk masuk jurusan teknik informatika di Universitas Kristen Satya Wacana. Selama kuliah dia mengaku hanya fokus mencari nilai bagus tanpa peduli apakah nantinya berguna atau tidak.

Namun pikirannya mulai berubah saat berada di Apple Developer Academy, terutama saat mulai menggarap tugas akhir.

ADVERTISEMENT

Kelompoknya sepakat membuat aplikasi untuk disabilitas. Inspirasinya datang dari orang tua salah satu Co-Founder, yakni Graciela Gabrielle Angeline.

"Kedua orang tua Grace adalah tunanetra. Jadi, saya sangat tersentuh ketika mengetahui bahwa teman dekat saya, kedua orang tuanya tunanetra, dan kemudian kami melakukan riset tentang apa yang bisa kami bantu untuk mereka. Dan itu dieksplorasi. Dan kita tahu bahwa ternyata aspek fundamental, hal-hal mendasar dari navigasi belum terpecahkan di Indonesia sampai hari ini, karena kurang ramah disabilitas," jelas Jessi

"Makanya alasan kami membuat Petanetra. Kita ingin tunanetra bisa bernavigasi secara mandiri, karena yang mereka inginkan adalah kemandirian. Mereka tidak ingin bergantung pada orang lain untuk menjadi pendamping mereka," sambungnya saat berbicara di perayaan International Women's Day yang berlangsung di Apple Developer Center Singapura.

Petra NetraPetaNetra Foto: Apple

Petanetra akhirnya rampung digarap, bahkan mendapat spotlight dari Apple saat kelulusan Developer Academy. Kendati sudah mulai berkarier, baik Jessi, Graciela dan Yafonia memutuskan terus melanjutkan pengembangan PetaNetra.

"Kami sebenarnya juga masih fresh graduate, semuanya masih ingin juga working full time di tempat lain untuk belajar lebih. Tapi PetaNetra tetap kami lanjutkan karena ini proyek sosial, kami ingin membantu tunanetra dapat navigasi secara mandiri seperti yang mereka harapkan," ungkap Jessi.

"Mereka ingin kemerdekaan. Mereka tidak mau bergantung pada orang lain untuk menjadi pendampingnya," imbuhnya.

Kini pengembangan PetaNeta dibantu 10 orang valunteer yang memiliki visi dan misi yang sama.

"Kalau secara pribadi, jujur karena masih technical person, aku masih ingin bikin aplikasi ini makin seamless, terutama saat starting point. Jadi aku ingin PetaNetra sempurna menurut aku ya," kata Jessi.

"Kalau secara tim sebenarnya kami juga spirit yang mirip-mirip, ingin giving back to the community. Harapan kami ingin aplikasi ini jadi top of mind user, selain itu bisa dipakai di banyak tempat." imbuhnya.

Engineer Perempuan Kini

Jessi mengingat saat di bangku kuliah dia banyak melakukan pembuktian diri. Ini dipicu oleh masih minimnya perempuan di bidang teknologi serta pandangan sebelah mata dari laki-laki di kampusnya.

"Mereka cenderung meremehkan aku karena seorang perempuan. Mereka cenderung memberikan tugas yang mudah ke saya karena perempuan. Ketika menang kompetisi, mereka bilang kemampuan ku masih jauh, cuma numpang nama dll. Jadi saya menghabiskan waktu untuk membuktikan diri bahwa saya bisa melakukan ini itu," kenangnya.

Kondisi berbeda dia temui saat masuk di Apple Developer Academy, banyak engineer perempuan bergabung dan saling memberdayakan. Kini setelah meniti karier di dunia teknologi, Jessi melihat posisi kaum hawa mulai setara.

"Dibandingkan waktu aku awal kuliah, mungkin berarti lima tahun, memang udah beda banget ya," kata Jessi.

Namun dia melihat persentase perempuan yang berkarier di dunia IT masih lebih kecil dari laki-laki. Tapi untungnya kini banyak sosok-sosok female engineer jadi role model sehingga menginspirasi anak muda untuk mengambil langkah yang sama.

"Generasi muda jadi berani untuk ngambil langkah mengikuti langkah-langkah female engineer yang udah dikenal. Jadi aku senang dengan itu, apalagi sekarang oportunitas sudah terbuka lebar," ujar Jessi.

Jessi bermimpi ke depan sosok engineer perempuan bukan lagi hal yang istimewa. Artinya saat itu tidak ada lagi perbedaan gender dan jumlahnya setara.

"Kita tidak perlu mengatakan bahwa kamu seorang engineer software perempuan dan tak perlu membanggakan serta membuktikan hal itu," katanya

"Mari kita wujudkan bersama-sama, perempuan dan laki-laki," ajak Jessi.

Drakor

Saat berkarier sebagai software engineer di perusahaan OTA, Jessi mengaku sempat mengesampingkan PetaNetra. Sebab lepas 8 jam bekerja, dia lanjut menonton drakor untuk hiburan pelepas lelah.

"Pola pikir saya, oke saya hanya bekerja selama 8 jam jadi saya pantas mendapatkan drama Korea setelahnya. Tapi ternyata kata mentor saya itu pola pikir yang buruk banget," terang Jessi.

Dia pun diminta untuk mengubah pola pikir. Setelah 8 jam bekerja untuk orang lain, setelahnya bekerja untuk diri sendiri.

Jessi mengaku berhasil menjalankannya, selepas bekerja di kantor dia lanjut mengembangkan PetaNetra. Lantas bagaimana dengan hobinya menonton drakor?

"Biar nggak burn out, week end saya habiskan untuk me time, salah satunya ya nonton drama Korea," pungkas Jessi sembari tertawa.




(afr/afr)