Gerakan Julid Fi Sabilillah yang ramai di platform X, dulunya Twitter, meraih beragam reaksi dari netizen. Dalam hal ini, netizen Malaysia dan Indonesia tampak saling bersinergi melawan akun anti-Palestina.
Salah seorang netizen yang menjadi Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen Julid Anti-Israel, Erlangga Greschinov menerangkan bahwa dalam gerakan ini netizen Indonesia maupun Malaysia sangat kompak dalam melawan entitas Zionis di media sosial.
"Di sini warga Indonesia dan Malaysia terlihat sangat kompak dalam menyuarakan kegelisahan mereka, protes mereka terhadap entitas Zionis Israel di media sosial, terutama di Instagram dan Twitter," kata Greschinov kepada detikINET, Rabu (29/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menerangkan bahwa sebenarnya kekompakan netizen Indonesia dan Malaysia dalam gerakan ini tumbuh dengan proses yang natural dan tidak direncanakan. Greschinov melihat kekompakan ini sebagai reaksi atas kekejaman Israel kepada warga Gaza.
"Awalnya tumbuh secara natural saat kita melihat kekejaman Israel terhadap warga Gaza, ini semacam reaksi," jelasnya.
Belakangan, Israel diketahui juga melakukan serangan yang menyebabkan kerusakan pada Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Hal ini pun memicu reaksi bagi netizen untuk semakin gencar melakukan langkah persuasif dan trolling terhadap akun Zionis dan akun anti-Palestina.
"Tentu di sini kita melihat perkembangan di lapangan bagaimana, kemarin kita dapat info bahwa RS Indonesia di Gaza mendapat serangan, tentu ini menambah kapasitas (reaksi) kita," terang Greschinov.
Ia juga menjelaskan bahwa gerakan Julis Fi Sabilillah saat ini sudah memiliki grup yang digunakan untuk berkoordinasi dan menyiapkan program bantuan bagi warga Gaza. "Kita sudah ada grup, udah ada program ini itu untuk membantu perjuangan saudara-saudara kita di Gaza," ujar Greschinov.
Di platform X, gerakan ini juga memiliki tantangan dari beberapa netizen Indonesia yang tidak setuju bahkan kontra dengan gerakan Julid Fi Sabilillah. Greschinov menilai bahwa biasanya penolakan berasal dari kalangan Islamophobia.
"Mereka yang menolak ada, tapi minim, biasanya dari kalangan Islamophobic, perlu kita waspadai namun tidak perlu dicemaskan," terangnya.
Serang Zionis Bukan Yahudi
Greschinov juga menjelaskan bahwa gerakan ini hanya berfokus untuk memerangi Zionis dan Israel, bukan Yahudi sebagai ras dan agama. Hal ini akibat masih banyak akun di media sosial khususnya X yang menyamaratakan antara Israel, Zionisme dan Yahudi.
Menurutnya, masih banyak warganet yang membawa narasi antisemit yang membuat kesan bahwa netizen Indonesia anti Yahudi sebagai ras atau agama. Ia memaparkan bahwa edukasi mengenai perbedaan mana Zionis sebagai gerakan dan mana Yahudi sebagai entitas bangsa dan agama perlu dilakukan.
"Edukasi tentu akan dilakukan, karena beberapa kali ada warganet yang bawa narasi antisemit, narasi yang mendekati Nazi, Hitler kemudian Holocaust," tegas Greschinov.
Ia memandang bahwa narasi yang berbau Nazi, Hitler dan Holocaust tak patut dilontarkan di media sosial. "Itu kan tidak patut kalau kita memerangi Israel, kalau kita menyangkut hal itu semua berarti yang kita perangi ras Yahudi secara keseluruhan, jadi kita perlu membedakan mana Zionis dan mana ras Yahudi secara umum," jelasnya.
(fyk/fyk)