Pendiri dan CEO Telegram Pavel Durov mengungkap alasan pemblokiran Telegram di Brasil lewat keputusan Mahkamah-nya. Alasannya menggelikan.
Dalam pernyataan yang dilontarkan Durov lewat kanal Telegramnya itu, Telegram diblokir karena mereka mengecek email yang salah, demikian dikutip detikINET dari The Verge.
"Sepertinya kami punya masalah dengan alamat email korporat telegram.org dan Mahkamah Agung Brasil," jelas Durov.
Menurut Durov, permintaan menghapus konten dari Pemerintah Brasil rupanya masuk ke inbox email lama yang sudah tak dicek. Padahal, menurutnya, permintaan semacam itu seharusnya dikirimkan ke alamat email khusus untuk penghapusan konten.
Alhasil pesan permintaan penghapusan konten dari Pemerintah Brasil itu tak diketahui oleh Telegram, yang berujung pemblokiran layanan pengiriman pesan tersebut di Brasil.
Sebelumnya, pemblokiran Telegram di Brasil ini dikaitkan dengan tudingan Telegram dipakai untuk menyebarkan disinformasi atau informasi yang salah di Brasil. Namun ternyata masalah sebenarnya -- jika memang benar -- terbilang sepele, meski tetap menggelikan untuk perusahaan sekelas Telegram.
Sebenarnya masalah serupa juga pernah membuat Telegram diblokir di Indonesia, tepatnya pada 2017 lalu. Saat itu Telegram diminta menghapus konten-konten berbau radikalisme dan terorisme yang menyebar di layanannya itu.
Rudiantara, yang saat itu menjabat sebagai Menkominfo, menjelaskan Kominfo mengirimkan surat berupa email kepada Telegram agar segera mengatasi konten negatif yang dimaksud.
Rudiantara mengatakan bahwa Telegram ini banyak memuat konten radikalisme dan terorisme dan itu ditemukan di versi website bukan aplikasinya. Isi dari konten tersebut seperti cara membuat bom, cara menyerang, hingga ajakan lainnya dalam konteks radikalisme dan terorisme.
Namun email dari Kominfo ini diacuhkan oleh Telegram hingga satu tahun lebih. Padahal Kominfo, dikatakan Rudiantara, setiap tiga bulan selalu menghubungi layanan pesan instan besutan Durov itu.
"Setelah beberapa kali lewat email untuk take down radikalisme dan terorisme tidak ada jawaban, pemerintah bersepakat yang ini bukan hanya Kominfo tapi juga BNPT dan Polri juga mengikuti, pemerintah mengambil keputusan ya sudah blok saja karena gak tahu menghubungi ke siapa," ucapnya.
Durov yang awalnya terheran-heran dengan kabar pemblokiran di Indonesia, yang kemudian ia mengecek bahwa Kominfo ternyata memang telah mengirimkan surat kepada Telegram. Pavel pun akhirnya menyadari ada masalah sehingga selama setahun ke belakang tidak mengetahui ada permintaan dari Kominfo tersebut.
"Pavel mengatakan ada komunikasi yang nggak pas, itu yang ke publik, yang ke kami Pavel kirim email mengatakan minta maaf. Saya apresiasi apa yang dilakukan Pavel, dia gentle dan setelah itu kami berkomunikasi," jelas pria yang disapa Chief RA ini.
Masalah miskomunikasi antara Telegram dan Pemerintah Indonesia ini kemudian berujung pada kunjungan Durov ke Indonesia. Kominfo dan Telegram pun sepakat membuat jalur komunikasi khusus untuk mempermudah koordinasi.