Kisah Manusia yang Kena Radiasi Setara Bom Atom dan Tetap Hidup
Hide Ads

Kisah Manusia yang Kena Radiasi Setara Bom Atom dan Tetap Hidup

Aisyah Kamaliah - detikInet
Senin, 29 Mar 2021 20:16 WIB
Hisashi Ouchi tidak pernah menyangka kehidupan indahnya terenggut dan berakhir dengan siksaan rasa sakit di 83 hari terakhir masa hidupnya. Semua karena paparan radiasi besar yang dialami dirinya.

Kembali pada 30 September 1999, Hisashi Ouchi terkena kejadian buruk di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokaimura yang membuat organ internalnya hancur dan kulitnya mengelupas.  Hisashi Ouchi tidak sendiri, ia bekerja saat itu dengan dua rekannya untuk mengisi tangki pengendapan. Ialah Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa.

Hisashi Ouchi merupakan salah satu teknisi yang bekerja di sebuah fasilitas yang dioperasikan oleh JCO (formerly Japanese Nuclear Fuel Conversion Co) di Tokai, Ibaraki Perfecture.
Kisah perjuangan Hisashi Ouchi melawan paparan radiasi (Foto: NTV/BBC)
Jakarta -

Hisashi Ouchi tidak pernah menyangka kehidupan indahnya terenggut dan berakhir dengan siksaan rasa sakit di 83 hari terakhir masa hidupnya. Semua karena paparan radiasi besar yang dialami dirinya.

Kembali pada 30 September 1999, Hisashi Ouchi terkena kejadian buruk di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokaimura yang membuat organ internalnya hancur dan kulitnya mengelupas. Hisashi Ouchi tidak sendiri, ia bekerja saat itu dengan dua rekannya untuk mengisi tangki pengendapan. Ialah Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa.

Hisashi Ouchi merupakan salah satu teknisi yang bekerja di sebuah fasilitas yang dioperasikan oleh JCO (formerly Japanese Nuclear Fuel Conversion Co) di Tokai, Ibaraki Perfecture.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari History of Yesterday, saat itu mereka sedang mempersiapkan beberapa bahan bakar untuk reaktor yang bisa dibilang eksperimental, Joyo. Ouchi saat itu adalah orang yang terdekat dengan tangki pengendapan, sementara Shinohara berdiri di atas panggung dan Yokokawa duduk di meja setinggi empat meter.

Karena salah langkah, kejadian malang ini pun tercipta. Ember larutan berair yang dituangkan ke dalam tangki berisi 16 kg uranium sedangkan batas uranium tangki presipitasi hanya 2,4 kg. Muncul kilatan biru besar akibat kegiatan tersebut.

ADVERTISEMENT

Ouchi menerima sampai 17 sieverts (sv) radiasi, sementara Shinohara menerima 10 sv dan Yokokawa 3 sv. Ketiganya menerima angka yang sangat besar, mengingat ambang maksimal manusia dapat menerima radiasi adalah 50 microsievert dalam satu tahun. Dalam buku 'A Slow Death: 83 Days of Radiation Sickness' disebutkan bahwa radiasi yang diterima Ouchi setara dengan hiposentrum Bom Atom Hiroshima, sungguh mengerikan!

Kisah tragis perjuangan Hisashi Ouchi dan teman-temannya

Setelah kejadian, Ouchi merasakan rasa sakit, mual dan kesulitan bernapas. Ia sampai kehilangan kesadaran. Temannya yang lain juga menerima perawatan karena paparan radiasi itu.

Dampak radiasi kepada Ouchi sangat parah. DNA-nya hancur, sel darah putih yang berperan dalam membantu pembentukan imun juga mendekati angka nol. Belum lagi luka parah yang membuat kulitnya mengelupas dan lama kelamaan berubah menjadi kehitaman. Rambutnya bahkan botak pada minggu awal pengobatan.

Karena DNA yang rusak, sejumlah orang merasa apa yang dilakukan para ilmuwan untuk mengupayakan keselamatan Ouchi sudah keterlaluan. Mereka beranggapan itu hanya membuat Ouchi mengalami perpanjangan rasa sakit.

Halaman selanjutnya: kecaman publik kepada tim medis...

Kecaman publik atas rasa sakit Ouchi

Publik dibuat marah setelah mengetahui Ouchi dihidupkan kembali pada hari ke 59 ketika jantungnya berhenti sebanyak tiga kali dalam waktu 49 menit.

Sejak awal, mereka beranggapan bahwa seharusnya pemerintah dan pihak rumah sakit tidak membiarkan Ouchi mengalami rasa sakit berkepanjangan.

Dalam kondisi yang semakin buruk, Ouchi harus dipindahkan ke University of Tokyo Hospital. Pemerintah bahkan memanggil tenaga medis terbaik dari seluruh dunia untuk merawat Ouchi. Bahkan, ia menjadi orang pertama yang menjalani transfusi sel induk perifer di dunia.

Ia juga menjalani transplantasi kulit berkali-kali yang sebenarnya tidak membantu. Segala macam tindakan medis mulai transfusi darah yang kelewat banyak, cairan, sampai obat-obatan bahkan didatangkan dari luar negeri.

Tapi ini bukanlah yang diinginkan Ouchi. Ia pada akhirnya mengatakan sudah tidak tahan lagi menjalani perawatan.

"Saya tidak tahan lagi... saya bukan kelinci percobaan," ujarnya kala itu.


Akhir penderitaan Ouchi

Karena kecaman yang ada dan juga guna menghormati keputusan Ouchi bersama keluarganya, rumah sakit berjanji tidak akan berupaya menghidupkan Ouchi lagi seandainya terjadi henti jantung.

Benar saja. Setelah 83 hari berjuang, Ouchi dinyatakan meninggal pada hari ke-83 karena kegagalan banyak organ. Masyarakat berduka dan mendoakan pria malang tersebut.

Menyusul Ouchi, Shinohara meninggal di tahun 2000 setelah melawan pneumonia parah yang melukai paru-parunya. Sisa hidupnya juga menderita karena rasa sakit dan karena ia tidak dapat berbicara. Ia hanya bisa menuliskan pesan untuk keluarga dan tenaga medis.

Sementara Yukokawa berhasil pulih setelah menjalani perawatan selama enam bulan lebih di rumah sakit. Kisah Ouchi dan teman-teman pada akhirnya dikisahkan dalam buku 'A Slow Death: 83 Days of Radiation Sickness'. Rest in peace, Ouchi dan Shinohara.

Hisashi Ouchi tidak pernah menyangka kehidupan indahnya terenggut dan berakhir dengan siksaan rasa sakit di 83 hari terakhir masa hidupnya. Semua karena paparan radiasi besar yang dialami dirinya.Kembali pada 30 September 1999, Hisashi Ouchi terkena kejadian buruk di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Tokaimura yang membuat organ internalnya hancur dan kulitnya mengelupas.  Hisashi Ouchi tidak sendiri, ia bekerja saat itu dengan dua rekannya untuk mengisi tangki pengendapan. Ialah Masato Shinohara dan Yutaka Yokokawa.Hisashi Ouchi merupakan salah satu teknisi yang bekerja di sebuah fasilitas yang dioperasikan oleh JCO (formerly Japanese Nuclear Fuel Conversion Co) di Tokai, Ibaraki Perfecture.Hisashi Ouchi. Foto: Komunitas Muda Nuklir Nasional