Riwayat Nadiem Makarim dan Perjuangan Membesarkan Gojek
Hide Ads

Riwayat Nadiem Makarim dan Perjuangan Membesarkan Gojek

Tim Detikinet - detikInet
Selasa, 23 Jul 2019 11:47 WIB
Riwayat Nadiem Makarim dan Perjuangan Membesarkan Gojek
Nadiem Makarim. Foto: dok. Go-Jek
Jakarta - Nadiem Makarim identik dengan Gojek sebagai CEO dan pendirinya. Bagaimana sepak terjang singkat pria lulusan Harvard ini menakhodai Gojek yang kini berusia 9 tahun?

Nadiem Anwar Makarim lahir pada 4 Juli 1984 dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri. Sang ayah adalah seorang aktivis dan pengacara terkemuka, sedangkan ibunya bekerja sebagai penulis lepas.

"Saya SD di Indonesia, rumah selalu di Jakarta, background saya ibu lahir Pasuruan, ayah saya Pekalongan," ujar Nadiem kepada detikcom belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sang ayah yang juga salah satu pendiri kantor hukum Makarim & Taira Sjuga, lahir dari orang tua berbeda budaya, Minang dan Arab. Sementara ibunya adalah putri Hamid Algadri, keturunan Pasuruan-Arab.

Yang menarik, kakeknya dari sang ibu adalah seorang pejuang perintis kemerdekaan Indonesia yang berjasa dalam perundingan Linggarjati, perundingan Renville, KMB, dan salah satu anggota parlemen pada masa awal berdirinya Negara Republik Indonesia.

"Tapi dari bapak saya itu dari Bukittinggi, jadi saya ada Sumatera, Madura-nya, ada Jawa Timur, ada Jawa Tengah, terus campuran Arab," ungkapnya.

Nadiem SD hingga SLTA pindah-pindah dari Jakarta ke Singapura. Usai tamat SMA, ia mengambil jurusan International Relations di Brown University, Amerika Serikat, dilanjutkan menempuh pasca sarjana dengan meraih gelar Master of Business Administration di Harvard Business School.

"Karena saya punya perspektif sekolah di luar negeri, saya bisa balik lalu melihat hal-hal dengan lensa yang baru," tuturnya.

Halaman Selanjutnya: Ide Membuat Go-Jek

Ide Membuat Go-Jek

Foto: Bagus Prihantoro Nugroho
Tidak langsung fokus merintis Go-Jek, pada 2006, Nadiem memulai kariernya sebagai konsultan manajemen di McKinsey & Company. Setelah memperoleh gelar MBA, ia terjun sebagai pengusaha dengan mendirikan Zalora Indonesia sebagai Managing Editor.

Setelah keluar dari Zalora, Nadiem kemudian menjabat Chief Innovation Officer (CIO) Kartuku, sebelum akhirnya fokus mengembangkan Go-Jek yang telah ia rintis sejak 2011. Nah, dari mana pendiri dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim mendapatkan ide untuk mendirikannya?

Ternyata dari pengalaman sendiri yang sulit menemukan ojek saat jam sibuk di Jakarta. Hal itu memunculkan ide membuat solusi sewa ojek yang lebih mudah dengan teknologi. "Awal mulanya idenya datang dari kekesalan saya sewaktu naik ojek untuk kemana-mana di Jakarta," kata Nadiem dalam wawancaranya dengan CNBC.

"Saya adalah pengguna setia ojek dan untuk saya, ini adalah tentang mengalahkan kemacetan, tetapi harganya sangat tidak transparan, saya sering juga tidak bisa menemukan ojek saat jam sibuk dan biasanya sulit diandalkan," tambahnya.

Dari kekesalannya tersebut, Nadiem mendapatkan gagasan untuk menjadikan kendaraan roda dua untuk tidak hanya menjadi alat transportasi tetapi juga mengirimkan barang.

"Jadi idenya adalah "Oke, bagaimana jika kita mengambil kendaraan bermotor yang paling cepat dan membuat mereka tidak hanya memobilisasi manusia tetapi juga berpotensi untuk memindahkan barang dengan cara tercepat," ujar Nadiem. "Itulah dasar di balik Go-Jek. Roda dua lebih cepat daripada roda empat!" tambahnya.

Nadiem juga mengaku perkenalannya dengan beberapa tukang ojek yang membuatnya menyadari bahwa sektor ini dapat dikelola secara profesional dan bernilai tinggi.

"Dulu banyak orang yang tak percaya bahwa ojek dapat menjadi profesional dan dapat dipercaya, jadi itu sangat mengecewakan karena saya mengenal banyak tukang ojek secara pribadi dan saya meminta mereka untuk melakukan berbagai tugas seperti mengantarkan laptop saya ke suatu tempat atau membelikan makanan," ucap Nadiem.

"Jadi dari mengenal mereka saya langsung menyadari bahwa sektor informal ini sangat bernilai," ujarnya.

Gojek di Masa Lalu: Prihatin

Foto: Adi Fida Rahman/detikINET
Sebelum sebesar sekarang, Gojek pertama kali dirintis dari ruangan sempit, bahkan juga tak dilirik oleh investor. Nadiem mengisahkan, saat mendirikan perusahaannya di 2010, kantornya masih berukuran 5 x 7 meter. Nama yang diusung sebagai mereknya juga bukan Gojek, melainkan Go-Biz.

Kala itu, teknologinya masih standar. Konsumen yang ingin memakai jasa harus terlebih dahulu menelepon ke call center Gojek untuk mendapatkan driver yang terdekat dengan konsumen.

"Gojek mulai dari call center, waktu itu kantornya sebesar panggung ini, 5 x 7 meter kantornya. Waktu itu kita belum punya teknologi, pendanaan, kita punya call center namanya Go-Biz versi satu yang web software, yang kerjaannya hanya mencari kira-kira driver itu di mana," tuturnya.

"Jadinya manual sistemnya. Kalau ada yang ingat, pesan Gojek ya seperti itu. Harus telepon dulu, terus kata CS-nya 'ok tunggu bentar ya', kemudian ditutup, lalu ditelepon driver satu per satu driver sampai ada yang nerima. Kalau beruntung, driver bisa datang 15 menit," ucap Nadiem mengenang situasi sembilan tahun yang lalu.

Tantangannya tak selesai sampai di sana 'kemalangannya'. Sekitar 3-4 tahun awal berdirinya Gojek, tak satupun investor sudi untuk menggelontorkan investasi ke perusahaan ini.

"Nggak mau yang mendanai Gojek. Jadinya kita harus bersusah-susah mencari pendanaan sendiri, pinjam uang ke teman, keluarga, dan lain-lain. Saya pun harus bekerja di tempat lain untuk mencari nafkah buat saya dan juga menomboki perusahaan Gojek. Itu suatu periode yang tidak mudah," tuturnya.

Baru di tahun 2015, Gojek merilis aplikasi mobile sekaligus membawanya jadi perusahaan teknologi. Di aplikasi tersebut tersedia layanan ojek online (GoRide), antar barang (GoSend), dan layanan pembelian di supermarket (GoMart). Seiring berjalannya waktu, Gojek menyediakan hingga 22 jenis layanan hingga sekarang.

"Kesuksesan Gojek tak hanya timnya, tapi terutama mitra kami yang semangat berpartisipasi dalam ekosistem kita dan juga konsumen," sebut Nadiem.

Mengangkat Kelas Ojek

Foto: Rengga Sancaya
Dimulai dari 20 mitra pengemudi pada 2015, Gojek kini sudah memiliki lebih dari 2 juta mitra pengemudi, 400 ribu mitra merchant dan 60 ribu penyedia jasa di Asia Tenggara yang tergabung dalam ekosistem Gojek. Telah pula beroperasi di Vietnam dan Thailand.

Dari awal biasa saja, berbagai perusahaan lokal maupun global berlomba menggelontorkan dana ke Gojek. Dari Google, Temasek, Sequoia, Northstar, KKR, Warburg Pincus, SCB, Tencent, JD.com, Meituan.com, Capital Group, Astra, Blibli, dan yang terbaru Visa serta Mitsubishi. Logo baru pun telah mereka luncurkan.

Nadiem menambahkan bahwa dulu, pekerjaan sopir ojek dan pekerjaan ojek dipandang sebelah mata. Kini ojek menjadi salah satu sektor ekonomi yang paling kuat di Indonesia.

"Prejudice orang terhadap pekerjaan sopir ojek dan pekerjaan ojek itu semua salah. Dan mereka itu menjadi salah satu sektor ekonomi yang paling kuat di Indonesia. Menjadi sektor pelayanan yang paling baik dan paling berguna untuk seluruh Nusantara. Dan bukan hanya di Nusantara, sekarang di mancanegara," kata Nadiem pada hari Senin kemarin saat merayakan 9 tahun Go-Jek.

Dari awal berdirinya, Nadiem sudah menyinggung soal ojek harus naik kelas. "Kami di sini berusaha untuk menawarkan solusi lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan pekerjaan. Dimana mereka yang hanya punya motor, punya smartphone, dan berkemauan keras bisa bekerja," ujarnya saat dulu meluncurkan aplikasi Go-Jek.

"Dengan Go-Jek, para pengemudi ojek ini setidaknya lebih produktif karena mereka tidak hanya membawa penumpang saja, tetapi juga membantu berbelanja dan juga mengirimkan paket yang mana itu semua bisa menambah pendapatannya," ungkap Nadiem.

Keberhasilan Gojek membuat Nadiem disebut-sebut salah satu orang terkaya di Indonesia. Berdasarkan laporan Globe Asia pada pertengahan tahun lalu, dia kabarnya berharta USD 100 juta, membuat Nadiem bertengger di urutan 150 dalam daftar tokoh-tokoh terkaya di Indonesia.

Oh ya, Nadiem sudah berkeluarga. Pada tahun 2014, dia memutuskan untuk menikah dengan Franka Franklin. Franka adalah cucu dari artis lawas Indriati Iskak yang terkenal di film Tiga Dara.

Halaman 2 dari 4
(fyk/fyk)