Walau terhitung baru menjadi perbincangan hangat, istilah 'kampret' pun juga sudah cukup lama muncul dari jari-jemari netizen di Twitter. Hal tersebut terlihat dari sejumlah kicauan yang muncul pada bulan lalu berikut ini:
Saya suka juga dunia politik. Bagi saya itu sesuatu yang asyik dan menarik. Jangan panggil saya Cebong atau kampret. Saya Grace Natalie π
β Grace Natalie (@Gra_Natalie) June 1, 2018
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak saya lahir ditahun #cebong dan # kampret ada... Jadi nya gini deh #NitizenIndonesia :D pic.twitter.com/m25lfPxeDB
β paijo paijem (@Paijo2Paijo) June 1, 2018
Mungkin di Ensiklopedia Politik Indonesia Era Digital perlu dibahas secara rinci dalam bab khusus tentang makna cebong, onta, kuda, sapi, kampret, asu, nyamuk, dst.
β Yusuf Abdul Qohhar (@yusabdul) June 1, 2018
Kasihan nama-nama hewan tersebut kerap disalahgunakan oleh kalangan tertentu demi memuaskan hasrat politis.
Melihat konteksnya, dua istilah tersebut digunakan sebagai kata ganti dari pembela kubu-kubu tertentu yang berseberangan di ranah politik. Padahal, arti 'cebong' dan 'kampret' yang sebenarnya sangat jauh dari situ.
Berdasarkan aplikasi KBBI V (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima) yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, 'cebong' merupakan kata dalam Bahasa Jawa yang berarti berudu. Sedangkan 'kampret' adalah kelelawar kecil pemakan serangga, hidungnya berlipat-lipat.
Lalu, siapa yang pertama kali memunculkan konteks tersebut dari penggunaan dua kata tersebut? Ismail Fahmi, founder PT. Media Kernels Indonesia, punya pandangannya terhadap hal ini.
"Susah, karena harus memproses data ke belakang," katanya kepada detikINET, Senin (9/7/2018).
Dengan misteri siapa orang dibalik kemunculan dua istilah itu, sepertinya masih menarik disimak sampai mana penggunaan kata 'cebong' dan 'kampret' di media sosial akan berlangsung. Satu yang pasti, user patut berhati-hati dalam bermain media sosial.
Hal tersebut disebabkan, menurut Dwi Adriansah, Country Industry Head Indonesia & Malaysia Twitter, media sosial adalah sebuah public domain.
Baginya, ada kemungkinan suara siapa pun di dalamnya dapat terdengar, baik itu berasal dari orang terkenal maupun tidak. Dengan adanya kemungkinan suara kita akan terdengar, maka pastikan apa yang kita katakan adalah hal-hal baik dan bermanfaat.
Baca juga: Pentingnya Bijak di Medsos |