Kisah Mark Tluszcz, Berburu Startup Sampai ke Bulan
Hide Ads

Kisah Mark Tluszcz, Berburu Startup Sampai ke Bulan

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 05 Des 2016 16:58 WIB
Foto: CEO Mangrove Capital Mark Tluszcz (detikINET/Rachmatunnisa)
Jakarta - Mark Tluszcz, pendiri salah satu venture capital tertua di Eropa yang berhasil meroketkan Skype, buka-bukaan kepada detikINET tentang rencananya berburu startup. Kalau perlu, sampai terbang ke Bulan.

Sejak membangun Mangrove Capital Partners di tahun 2000, Tluszcz berkeyakinan bahwa talenta bisa tersebar di mana saja. Itu sebabnya, dia rela menghabiskan waktu berkeliling dunia, mencari startup yang bisa membuat gebrakan.

"Andai talenta itu ada di Bulan sekalipun, akan saya datangi mereka," kelakarnya saat mengobrol dengan detikINET.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mark adalah Co-founder dan CEO Mangrove Capital Partners, salah satu venture capital tertua berbasis di Luksemburg, Eropa. Salah satu startup di bawah 'asuhan' venture capitalnya yang meraksasa dan dikenal adalah Skype.

Berikut adalah perbincangan detikINET dengan pria yang pernah masuk dalam daftar Top 100 Global Deal Makers di industri teknologi, versi majalah Forbes ini.

Halo. Coba ceritakan dengan singkat mengenai Mangrove Capital Partners.

Oh ya, tentu. Kami berkantor pusat di Luksemburg, Eropa. Kami hanya berinvestasi di perusahaan teknologi dan selalu menjadi investor pertama kebanyakan startup. Saat ini kami mengelola pendanaan startup senilai USD 750 juta.

Apa yang kami lakukan adalah keliling dunia untuk menanamkan investasi. Saya tidak peduli di mana mereka, siapa mereka. Selama mereka memiliki semangat membangun bisnis yang hebat, kami akan tertarik pada mereka.

Anda investor yang seperti apa sih?

Saya sangat aktif. Kami mencari 2500 peluang investasi setiap tahun dan hanya menyepakati 780 (investasi), tak banyak. Namun ketika kami berinvestasi, kami akan sangat terlibat.

Saya tidak ingin menjalankan perusahaan. Bukan itu tujuan saya saya. Namun dengan pengalaman kami berinvestasi, kami punya banyak perspektif. Kami berinvestasi di lebih dari 100 startup sejak Mangrove Capital dimulai. Jadi saya rasa, saya punya pengalaman yang bisa dibagi dengan pendiri startup.

Kami berusaha dekat dengan dewan direksi perusahaan dan membantu mereka membentuk visi dan strategi. Seseorang datang pada kami dan mengatakan 'Hei, kami ingin melakukan ini'. Dan perusahaan mereka belum ada. Jadi kami membantu mereka berpikir melalui proses apa visinya, seperti apa teknologi yang akan mereka buat. Saya sangat aktif.

Skype adalah contoh sukses investasi Anda. Ceritakan lebih banyak soal itu.

Saya berinvestasi di Skype, itu adalah kesuksesan besar pertama saya. Saya berinvestasi di 2003. Ketika itu saya bertemu dengan pendirinya dan saya bilang, 'Wow, ini adalah dua orang hebat yang punya visi'.

Visi mereka adalah agar kita berhenti tergantung pada perusahaan telepon dan saya pikir ini keren. Saya berinvestasi sebelum produknya ada. Enam bulan sebelum mereka meluncurkan produknya, saya memberikan uang dan investasi saya sebesar USD 100 ribu. Di kemudian hari, USD 100 ribu itu menjadi investasi yang sukses.

Namun yang lebih penting adalah, Skype memperkenalkan telepon gratis dan menjadi yang pertama menantang perusahaan telepon. Sekarang di 2016, sudah umum orang melakukannya. Tapi di 2003, ide semacam ini aneh. Tidak ada yang melakukannya.

Tak kalah penting adalah, Skype menjadi contoh sukses, menjadi unicorn pertama dari Eropa. Skype memperlihatkan orang-orang Eropa bahwa mereka bisa sukses di Eropa. Tidak perlu pindah ke Silicon Valley untuk sukses.

Dan ini adalah tantangan untuk pasar mana pun, termasuk Indonesia. Kita perlu contoh sukses di sini, untuk menyadarkan orang-orang bahwa tidak apa-apa untuk tetap di sini. Pasar di sini cukup besar, kita bisa sukses di sini.

Ini pertama kalinya Anda datang ke Indonesia. Bagaimana kesan pertama Anda melihat startup di Indonesia?

Kesan pertama saya, wow. Saya lihat ada banyak ide hebat dan pasar yang besar. Para netpreneur yang saya temui di sini punya ide menarik dan saya rasa Indonesia bisa menciptakan contoh suksesnya sendiri.

Sayangnya, yang terjadi di Indonesia, investasi teknologi terfokus di dua area. Satu, e-commerce, kedua adalah ride sharing. Ini bisnis yang buruk. Coba Anda pikir, e-commerce, apa masalah yang mereka pecahkan? Teknologi seharusnya memecahkan masalah.

Begitu juga dengan ride sharing dan bisnis sejenis lainnya. Kami sudah melihat pertanda ini tidak bekerja dengan baik. Aplikasi Go-Jek misalnya, mereka menawarkan banyak layanan mulai dari pengantaran makanan dan lainnya. Ini karena layanan utama mereka tidak bekerja dengan baik.

Pada akhirnya, tantangannya adalah menjadi inovatif dengan ide dan bisnis model yang dijalankan. Untungnya di Indonesia, perusahaan ini (Go-Jek) cukup sukses. Mereka mendulang uang, memancing perhatian yang membuat venture capital datang.

Indonesia jadi pasar yang menarik dalam beberapa tahun belakangan. Selain itu, pasarnya pun besar. Namun di saat bersamaan, Indonesia juga pasar yang sulit, terutama jika berbicara terkait regulasi, banyaknya korupsi. Apa pertimbangan Anda ketika akan berinvestasi?

Korupsi bisa terjadi di mana saja. Dan regulasi ada di mana saja. Jadi saya tidak peduli soal itu. Asumsi saya, jika saya berinvestasi pada individual, mereka pastinya orang baik. Itu adalah poin awal saya. Saya memberikan uang saya, saya asumsikan saya tahu Anda. Saya memahami Anda dan saya percaya Anda.

Saya beberapa kali berinvestasi di Rusia sebelumnya. Rusia penuh dengan korupsi dan banyak gangguan. Buat saya, ini tidak mempengaruhi pertimbangan apapun. Jika idenya bagus, saya akan investasi.

Saya berkeliling dunia fokus mencari talenta bagus. Bahkan jika mereka ada di Bulan sekalipun, saya akan datangi mereka ke sana.

Apa pesan terbaik untuk startup dalam menjalankan bisnis mereka?

Kami memberitahu startup dua hal. Pertama, jadilah raja di pasarmu sendiri. Lakukan apapun untuk menjadi dominan di pasar Anda. Tapi fokus, itu adalah nasihat terpenting. Tetap fokus!

Satu hal yang tidak saya suka dari Go-Jek saat ini adalah kehilangan fokus. Meski saya tidak mengenal perusahaannya, bukan pula pengguna layanannya, saya melihat itu pertanda tidak baik.

Karena Go-Jek terpalingkan dari fokusnya untuk menjadi perusahaan ride sharing terbaik di dunia menjadi pengantar makanan dan layanan lainnya saya tidak tahu. Tidak fokus. Jadi nasihat terbaik untuk menumbuhkan bisnis Anda adalah tetap fokus dan buktikan apa yang Anda yakini. Anda memulai perusahaan ini karena Anda percaya, tetaplah fokus pada itu. (rns/rou)