"Sekarang lagi tren gadget theraphy. Jadi seseorang katarsis, mengekspresikan dirinya dengan menulis status di Facebook via ponsel misalnya, ikut mengomentari postingan. Ini jadi semacam terapi sebenarnya," kata Yunita Faela Nisa, psikolog dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Yunita mencontohkan sebuah studi di luar negeri yang mengambil sisi positif penggunaan Facebook. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian mendapatkan kesempatan berekspresi guna mengurangi galau atau stres yang dipendamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini pula yang menurutnya terjadi semacam pergeseran privasi. Jika dulu orang cenderung hanya curhat pada teman dekatnya, dengan mengekspresikan di status Facebook misalnya, orang lain jadi tahu.
"Pada orang yang kepribadiannya open experience itu cenderung tidak apa-apa hal pribadinya diketahui orang. Tapi ada juga yang merasa hal-hal tertentu tidak pantas diberitahukan ke orang,"
Dikatakannya juga, dari penelitian semacam ini kepribadian seseorang bisa diklasifikasikan. Karena menurutnya status di Facebook bisa mencerminkan kepribadian.
"Itulah mengapa, sekarang ada beberapa perusahaan yang meminta akun Facebook si pelamar kerja. Dengan melihat-lihat statusnya, secara sekilas kita bisa sedikit menebak orangnya seperti apa," pungkasnya.
(rns/ash)