COVID-19 Menggila, Pabrik iPhone di Shanghai Setop Produksi
Hide Ads

COVID-19 Menggila, Pabrik iPhone di Shanghai Setop Produksi

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Rabu, 13 Apr 2022 16:46 WIB
NEW YORK, NY - JULY 23: The Apple logo hangs in front of an Apple store on July 23, 2013 in New York City. Apple is due to report third-quarter earnings after the markets close Tuesday. Apple, the California based technology company, has watched its stock sink to $427.68 a share from an all-time high of $702 last September. The company is under pressure to release a new blockbuster product.  (Photo by Spencer Platt/Getty Images)
Logo Apple. Foto: Gettyimages - Spencer Platt
Jakarta -

Pegatron, perusahaan asal Taiwan yang menjadi rekanan Apple untuk merakit iPhone, terpaksa menyetop produksi dua pabriknya di Shanghai, China.

Langkah itu harus mereka lakukan untuk mengikuti sejumlah aturan pembatasan terkait kasus Corona yang menggila di Shanghai. Seperti diketahui, China saat ini menerapkan sejumlah aturan ketat karena meningkatnya kembali kasus COVID-19 di China.

Pembatasan ketat itu berdampak pada Pegatron dan Apple. Menurut laporan Nikkei Asia, pabrik Pegatron yang ditutup itu merupakan satu-satunya manufacturing hubs mereka, dan Pegatron saat ini bertanggung jawab atas sekira 20-30% komponen dari semua iPhone.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak cuma dua pabrik di Shanghai yang ditutup. Pabrik Pegatron yang ada di Kota Kunshan pun ikut menyetop produksinya akibat meningkatnya kasus COVID-19 di China. Pegatron berharap bisa kembali memulai produksinya dalam waktu dekat, meski mereka belum tahu kapan.

Selain Pegatron, ada juga rekanan Apple lain di Shanghai yang harus menyetop produksinya, yaitu Quanta yang merupakan perakit MacBook. Apple sendiri belum mengeluarkan pernyataannya mengenai masalah ini, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Rabu (13/4/2022).

ADVERTISEMENT

Sejak pandemi, masalah rantai pasokan komponen memang terus terjadi dan berdampak pada banyak perusahaan di berbagai industri. Termasuk terjadinya kelangkaan chip secara global, yang masih terjadi sampai saat ini dan berdampak ke hampir semua industri.

Sebelumnya ada juga Tesla yang menutup pabriknya di Shanghai akibat aturan pembatasan yang ketat tersebut.

Seperti diketahui, China berpegang teguh pada kebijakan 'Nol COVID-19', yang bertujuan untuk menghilangkan kasus infeksi virus Corona melalui lockdown yang ketat, pengujian massal, dan pembatasan perjalanan.

Namun, kebijakan itu mendapat tekanan sejak Maret karena lebih dari 100.000 kasus di Shanghai telah menyebabkan lockdown sekitar 25 juta penduduk kota itu. Hal ini telah memicu kemarahan publik yang meluas atas kekurangan makanan dan kebijakan yang tidak fleksibel untuk mengirim siapa pun yang hasil tesnya positif Corona ke pusat karantina.




(asj/fay)