Cerita Soal iPhone yang Tak Sejaya Dahulu
Hide Ads

Cerita Soal iPhone yang Tak Sejaya Dahulu

Tim Detikinet - detikInet
Sabtu, 23 Mar 2019 10:00 WIB
Cerita Soal iPhone yang Tak Sejaya Dahulu
Foto: Stephen Lam/Reuters
Jakarta - iPhone pernah begitu berjaya dan setiap tahun selalu mencetak pertumbuhan penjualan. Ponsel yang dianggap paling bergengsi dan tak jarang menawarkan fitur-fitur terobosan. Tapi belakangan, banyak suara sumbang terhadap handset andalan Apple itu.

Permintaan iPhone Terlemah dalam 5 Tahun

Bulan Desember 2018, analis sudah menyebut permintaan iPhone akan terus melemah di masa depan. Analis dari UBS menyatakan niat untuk membeli iPhone turun, dalam catatan mereka pada para kliennya. Niat meminang iPhone di Amerika Serikat paling rendah dalam 5 tahun terakhir, sama dengan level iPhone 6S.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena yang sama juga terjadi di China dalam survei yang digelar oleh UBS. "Konsensus mengestimasi untuk iPhone di 2019 mengalami 2% penurunan penjualan unit dan sekitar 1% pertumbuhan pendapatan," sebut analis UBS, Timothy Arcuri.

Analis lain juga mengutarakan prediksi senada. "Kami telah menurunkan estimasi pengapalan iPhone untuk 2019 sudah dua kali dalam 2 bulan terakhir," kata analis Rosenblatt, Jun Zhang.

Sudah beberapa waktu penjualan iPhone ditengarai tak sesuai ekspektasi, terutama model iPhone XR. Dengan harganya yang lebih murah, iPhone ini awalnya diperkirakan akan jadi senjata andalan Apple untuk periode saat ini.



Namun kemudian, banyak analis yang tadinya optimistis terhadap iPhone XR kini mengubah pendapatnya karena tak yakin varian termurah dari iPhone 2018 itu bakal sangat laku di pasaran.

Kuo awalnya memperkirakan penjualan iPhone XR mencapai 100 juta unit selama 'masa hidup' ponsel tersebut, yaitu Q4 2018 sampai Q3 2019. Tapi dalam nota terbarunya untuk para investor, ia menyunat prediksinya itu menjadi 70 juta unit.

Halaman selanjutnya: Program Ganti Baterai Disalahkan

Program Ganti Baterai Disalahkan

Foto: detikINET/Adi Fida Rahman
Program ganti baterai iPhone yang dirilis pada 2017 berdampak bagus bagi konsumen tapi ternyata buruk buat penjualan iPhone. Apple meluncurkan program penggantian baterai iPhone pada 2017. Dengan biaya USD 29, pengguna iPhone bisa mengganti baterai iPhonenya dengan baterai baru.

Ini adalah cara Apple untuk meminta maaf pada pengguna iPhone karena mereka dengan sengaja melambatkan iPhone dengan baterai sudah lemah tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Program ini adalah langkah bagus untuk memperkuat citra Apple, namun ternyata berdampak buruk pada penjualan iPhone. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh CEO Apple Tim Cook dalam sebuah wawancara dengan CNBC.

Cook mengakui permintaan iPhone di pasaran melemah, dan salah satu penyebabnya adalah program penggantian baterai iPhone. Pasalnya dengan penggantian baterai yang nilainya cuma USD 29, pengguna bisa membuat iPhone jadi seperti baru. Hal itu berpengaruh pada niat konsumen membeli iPhone baru dengan harga setidaknya USD 1000.

Pendapatan dari iPhone Anjlok 15%

Pada akhir Januari silam, Apple mengumumkan performa keuangan perdana untuk tahun 2019. Proyeksi pendapatan mereka yang telah diturunkan sebelumnya, berhasil dipenuhi. Dan sesuai prediksi pula, performa penjualan iPhone mengecewakan.

Dikutip detikINET dari Tech Crunch, Apple melaporkan pendapatan USD 84,3 miliar, sesuai dengan ekspektasi Wall Street sebesar USD 84 miliar. Pendapatan itu turun 5% dibandingkan tahun lalu yang tembus USD 88,3 miliar.

Meski tak menyebut berapa unit terjual, pendapatan dari iPhone merosot sampai 15% ketimbang tahun 2018 menjadi USD 52 miliar. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena sebagian besar keuntungan Apple berasal dari larisnya iPhone.

Namun demikian, Apple membukukan hasil bagus di bisnis lain. Bisnis layanan naik 19%, Mac naik 9%, iPad melonjak 17% dan sektor 'Wearables, Home and Accessories' meningkat 33%.

Terkait hasil kurang menggembirakan itut, CEO Apple Tim Cook mengatakan bahwa saat ini, orang lebih lama memakai iPhone dan menunda upgrade. Itulah menurut dia alasan utama yang membuat pembelian iPhone baru tidak sebaik di masa silam.

"Daur upgrade menjadi lebih panjang. Tidak ada keraguan soal itu. Konsumen kami memakai iPhone sedikit lebih lama dari sebelumnya," sebut Cook.

Masalah Harga iPhone yang Selangit

Foto: detikINET/Adi Fida Rahman
Harga selangit iPhone dipandang masalah. Sedangkan di sisi lain, spek dan fitur yang ditawarkan pada produknya tak begitu banyak perubahan. Sebut saja iPhone XR, iPhone generasi anyar yang paling murah saja 7% lebih mahal daripada iPhone 8 yang dirilis pada tahun 2017.

Bahkan, pada tahun kemarin, perusahaan yang berbasis di Cupertino, Amerika Serikat itu menghadirkan iPhone XS Max 512 GB yang bisa dibanderol sampai angka Rp 30 jutaan. Sebuah smartphone paling mahal yang ada di pasaran.

Sejauh ini, CEO Apple Tim Cook mengatakan, pendapatan perusahaan pada kuartal pertama 2019 meleset dari target, akibat dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Situasi di China juga ekonominya sedang tidak membaik.

"Sementara Tim Cook menyalahkan perlambatan ekonomi China dan ketegangan perdagangan, kami berpendapat bahwa menurut kami, harga jual rata-rata iPhone adalah masalah terbesar meningat spesifik yang tidak menarik dan meningkatnya persaingan di China dan Eropa," tutur analis CLSA Nicolas Baratte

"Secara khusus, kami pikir Huawei seri P dan Mate adalah masalah bagi Apple yang diberikan spesifikasi hardware serupa pada 2/3 atau setengah harga," sambungnya. "Sangat mudah untuk mengatakan Apple seharusnya memotong harga produk untuk mendorong permintaan," kata dia.

Harga rata-rata iPhone tumbuh luar biasa. Pada kuartal ketiga 2018, rata-rata harga iPhone seharga USD 793, naik yang pada tahun lalu hanya di angka USD 618.

Tapi CEO Apple, Tim Cook, menolak anggapan harga iPhone baru terlalu mahal karena tak jauh beda dengan harga generasi sebelumnya. Cook menjelaskan iPhone XS dijual sama dengan iPhone X, iPhone XS Max di atasnya sedangkan harga jual iPhone XR berada di antara iPhone 8 dan iPhone 8 Plus.

"Sebenarnya hanya ada sedikit perbedaan harga di Amerika Serikat dibanding tahun lalu. Saya pikir harga memang jadi faktor, namun hanya jika dikaitkan dengan nilai tukar uang asing dan penurunan subsidi operator yang membuat harga iPhone lebih mahal bagi sebagian konsumen," tutur dia.

Gempuran Vendor China

Foto: Tatyana Makeyeva/Reuters
Di China, yang jadi pasar penting, iPhone kewalahan. Merek domestik di China banyak merilis smartphone hardware tinggi dan fitur inovatif di harga kompetitif, antara USD 500 sampai USD 800. Hasilnya, banyak yang beralih dari iPhone, bahkan memaksa Apple melakukan diskon untuk memperbaiki penjualan.

"Dari mereka yang upgrade, banyak yang pindah dari Apple ke merek China, tapi sangat sedikit yang beralih dari merek China ke Apple," kata Jiang Ning yang mengepalai sebuah toko Xiaomi di provinsi Shandong.

Huawei, Oppo, Vivo, sampai Xiaomi biasanya menawarkan perangkat terjangkau dengan spek lumayan. Tapi saat ini, konsumen menginginkan smartphone lebih baik sehingga mereka mulai mengubah strategi.

"Orang semakin melekat ke ponselnya dan memiliki ekspektasi lebih tinggi. Responsnya adalah upgrade konstan di spesifikasi hardware," sebut Alen Wu, Global Vice President Oppo yang dikutip detikINET dari Reuters.

He Fan, CEO Huishoubao yang memperjualbelikan ponsel bekas menyatakan konsumen banyak pindah dari iPhone ke Huawei terkait kamera. Huwaei memperkuat sektor itu bermitra dengan Leica. "Kamera Huawei menjadi lebih baik dari Apple dalam soal kecocokan dengan selera konsumen di China," begitu pendapatnya.

Apple pun harus berpikir keras untuk mengembalikan kejayaan iPhone di China, salah satu pasar terpenting di dunia. Konsumen di sana mulai banyak menganggap iPhone terlampau mahal.

"Kebanyakan pembeli smartphone di China tidak siap mengeluarkan lebih dari USD 1.000 untuk sebuah ponsel. Ini meninggalkan celah di segmen sekitar USD 800 ke bawah, yang dimanfaatkan benar oleh vendor China," ucap Neil Shah dari Counterpoint Research.

Strategi Diskon iPhone Belum Berhasil

Foto: Tatyana Makeyeva/Reuters
Apple telah mencoba beberapa cara untuk menyemarakkan lagi penjualan iPhone di salah satu pasar paling penting, China. Namun sejauh ini, strategi perusahaan yang dikomandoi CEO Tim Cook itu dipandang masih belum mujarab.

Pada 3 bulan terakhir 2018, penjualan iPhone di China anjlok 20% dibandingkan tahun sebelumnya. Apple pun menggelar pemangkasan harga serta menawarkan skema cicilan tanpa bunga bagi warga Negeri Tirai Bambu.

Skema cicilan ditawarkan melalui Huabei, layanan kredit konsumen yang dijalankan Ant Financial. China Construction Bank Corp, China Merchants Bank, Agricultural Bank of China serta Industrial and Commercial bank of China juga menawarkan cicilan iPhone anyar. Tapi langkah itu belum mujarab.

"Pemangkasan harga iPhone beberapa kali tidak dapat menghentikan tren pencarian iPhone melemah lebih lanjut," kata analis dari Longbow Research, Shawn Harrison yang dikutip detikINET dari Forbes.

Sedangkan dari 42 suplier komponen Apple, 37 di antaranya melaporkan penjualan yang memburuk. Harrison menengarai ketertarikan pada iPhone makin melemah dari tahun ke tahun, antara lain dengan makin turunnya pencarian soal iPhone di Baidu maupun Google.

Pendapat senada dikemukakan oleh Roger Fingas dari Apple Insider. "Perusahaan sudah mencoba taktik harga bervariasi untuk membangkitkan penjualan iPhone, namun tampaknya hanya meminimalisir kerusakan," tulis dia.

Beberapa analis pun memprediksi penjualan iPhone belum benar-benar pulih sampai keluarnya model baru menjelang akhir tahun ini. Itupun dengan catatan iPhone anyar benar-benar mampu menarik minat.

Halaman 2 dari 5
(fyk/fyk)