Black Hornet 3 merupakan kendaraan udara tanpa awak (UAV), drone generasi berikutnya dari The Black Hornet Personal Reconnaissance System (PRS), sistem udara tak berawak paling kecil.
Drone tersebut pun jadi amunisi tambahan dari Tentara Amerika Serikat (AS), yang merupakan bagian dari kontrak senilai USD 2,6 juta dengan Flir, perusahaan pencitraan termal dan teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Google Tak Lagi Terlibat di Project Maven |
Dikutip dari Cnet, Kamis (7/6/2018) Black Hornet 3 mempunyai bobot 32 gram saja. Kendati begitu, drone ini memiliki kemampuan terbang sejauh dua kilometer dengan kecepatan 21 kilometer per jam. Alat ini juga memungkinkan proses pencitraan lebih tajam dari mikrokamera termal.
Flir selaku produsen drone mungil ini menambahkan keunggulan si drone misalnya dapat dikendalikan di wilayah yang tak ada GPS. Alat ini juga memungkinkan untuk mendeteksi ancaman dan pengawasan di manapun sesuai misi yang dijalankan.
"Drone ini mewakili peluang kunci yang disediakan kepada tentara dalam skuat tentara AS dalam perang modern," sebut CEO Flir James Cannon.
Pihak tentara AS terus mengevaluasi pembelian drone Black Hornet 3 dari Flir tersebut sebelum memutuskan untuk mengerahkan dalam jumlah banyak ke semua unit. Selain tentara AS, drone ini juga diminati oleh tentara Australia dan juga tentara Prancis. (agt/fyk)