Begitu juga dengan TSMC yang menunda produksinya di Arizona hingga 2025 karena kesulitan merekrut pegawai lokal yang terampil. Mereka pun menghadapi perlawanan dari serikat pekerja lokal untuk membawa pekerja dari Taiwan.
Tak cuma AS, sejumlah negara di Eropa dan juga Jepang juga tengah berusaha memproduksi chip di negaranya, juga dengan iming-iming subsidi besar. Namun Samsung dan TSMC juga tetap tak mau membawa pabrik chip tercanggihnya ke luar negara asalnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan utamanya menurut Eddie Han, direktur penelitian dari Isaiah Research, adalah biaya produksi.
"Misalnya, biaya produksi TSMC di AS diperkirakan setidaknya 40% lebih tinggi dibanding Taiwan dan bahkan lebih tinggi lagi di Jepang. Membangun dan mengoperasikan pabrik di Taiwan lebih efektif dari biaya secara signifikan dibanding membangun di luar negeri," kata Han.
Niat kedua perusahaan itu juga kemudian didukung oleh pihak pemerintahan, yang meningkatkan investasinya di sektor chip lokal sekalipun ada masalah ketidakpastian geopolitik.
Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Korsel yang berencana membangun kluster industri chip terbesar di dunia, yang berisi 13 pabrik chip baru dan tiga fasilitas penelitian yang tersebar di sejumlah kota di provinsi Gyeonggi.
Proyek tersebut saat ini sudah mendapat kepastian investasi 122 triliun won dari SK Hynix -- pabrikan chip terbesar kedua di Korsel. Dan, kapasitas produksi bulanannya diperkirakan mencapai 7,7 juta wafer chip pada tahun 2030.
"Selama 20 tahun ke depan kami memperkirakan bisa menciptakan 3 juta lapangan kerja berkualitas," ujar Presiden Korsel Yoon Suk-yeol, yang juga menyebut dalam lima tahun ke depan akan ada investasi 158 triliun won, dengan jumlah lapangan pekerjaan mencapai 950 ribu.