Menguak Potensi Fixed Mobile Convergence di Indonesia
Hide Ads

Menguak Potensi Fixed Mobile Convergence di Indonesia

Agus Tri Haryanto - detikInet
Jumat, 24 Feb 2023 15:48 WIB
young teenager girl hand using mobile phone or smartphone on gray wall background
Fixed mobile convergence (FMC). Foto: Getty Images/iStockphoto/semenovp

Secara Bertahap

Direktur Eksekutif Segara Research Institute dan Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah, mengatakan konvergensi layanan fixed dan mobile broadband harus dilakukan secara bertahap. Dikarenakan jika dilakukan sekaligus akan menelan biayanya besar.

Piter menambahkan, ia setuju jika konvergensi layanan telekomunikasi tidak dapat ditolak. Sebab, dengan telekomunikasi melakukan konvergensi fixed dan mobile di usaha atau bisnisnya dulu akan membuka peluang konvergensi di bidang lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga mendukung adanya konvergensi layanan telekomunikasi, lantaran yakin layanan FMC yang dihasilkan tidak akan membebani konsumen, terutama dari sisi harga.

"Yang namanya bisnis akan utamakan customer, kalau enggak harga yang murah ya layanan yang bagus. Yang lakukan konvergensi kan ada beberapa perusahaan, jadi mereka pasti enggak mau lakukan sesuatu yang rugikan konsumen hingga buat konsumennya pindah," lanjutnya.

ADVERTISEMENT


Produk FMC Beragam

Sedangkan, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, menjelaskan pada dasarnya tren telekomunikasi adalah transformasi yang arahnya efisiensi, sehingga operator fokus berikan layanan yang semakin baik ke masyarakat.

Saat ini, penetrasi layanan mobile mulai turun sementara pasar fixed broadband masih berpeluang tumbuh. Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta sementara layanan fixed broadband baru menjangkau 10 juta subscriber sehingga masih bisa bertumbuh hingga 20 juta subscriber dalam beberapa waktu mendatang.

Kemudian, penyatuan layanan fixed dan mobile ini jangan sampai double cost network, kata Heru, yang mana saat ini sejumlah operator kembangkan layanan 5G untuk mobile.

"Pasar global FMC diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028 terutama di Eropa, Asia Pasifik dan Amerika Utara. Banyak negara sekadar satukan fixed dan mobile hanya karena faktor kompetisi. Selain itu, di banyak negara lain yag pemain telco-nya enggak begitu, banyak mereka bermain di sisi diskon (harga)," katanya.

Dengan demikian, cost jadi salah satu tantangan FMC selain penyatuan jaringan. Heru berpendapat, jangan sampai saat konsumen berlangganan layanan FMC ini, jangan harganya jadi lebih mahal atau ada diskon yang jadi faktor kompetisi misal dengan layanan bundling.

"Langkah awal penyatuan agar operator telco dapat dua pendapatan dari mobile dan fixed. Dari sisi konsumen, dari sisi yang fixed tarif yang langganan ini harus beri manfaat, harga lebih mahal ya orang enggak mau," katanya.

Di banyak negara yang jadi faktor kompetisi itu adanya diskon, misal kalau pengguna gunakan 1 operator sama ya diskon lebih besar.

"Harga harus reasonable, tapi arahnya konsolidasi bisnis," lanjut Heru.

Menurut Heru, konektivitas 5G sudah mulai 2021, namun dengan adanya FMC bisa memungkinkan one phone, one number, one bill.

"Kalau sekarang ini satukan layanan, layanan fixed di rumah dengan layanan mobile, ada peluang yang bisa dikembangkan, terlihat beberapa perusahaan telko mulai cari peluang implementasikan FMC," pungkasnya.

(agt/fay)