Begini Cara Telkom Digitalisasi Dongkrak Pendapat Desa
Hide Ads

Begini Cara Telkom Digitalisasi Dongkrak Pendapat Desa

Agus Tri Haryanto - detikInet
Selasa, 24 Agu 2021 21:46 WIB
Telkom mengimplementasikan lima desa di empat provinsi dengan Smart Village Nusantara (SVN), agar desa tersebut canggih.
Foto: Telkom
Jakarta -

Upaya digitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terus dilakukan, seperti digencarkan Telkom. Langkah digitalisasi ini guna menggenjot pendapatan BUMDes ini terkendala situasi dan sumber daya yang saat ini terjadi.

Badan Pusat Statistik mencatat, dari 83.931 desa di Indonesia, 69.184 desa produsen sayur dan buah yang dibudidayakan (agrikultur), 20.032 desa memiliki lahan persawahan, 3.112 desa adalah pemasok perikanan, dan 336 desa adalah pemasok komoditas peternakan.

Seiring era digital, salah satunya media sosial, 1.902 dari total desa bertransformasi menjadi desa wisata. Kekayaan tiap desa demikian tinggi namun tak selalu sebangun kualitas kehidupan pada masyarakat pedesaan itu sendiri, sehingga digitalisasi menjadi kebutuhan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

CEO simpeldesa Reno Sundara mengatakan, sejak pertama diluncurkan September 2019, total pemerintah desa yang memanfaatkan aplikasi ini mendekati 300 lokasi, sehingga dirinya optimistis dengan target pengguna 1.000 desa pada tahun ini.

Menurut dia, berbasis konsep digitalisasi pemberdayaan dan bagi hasil, simpeldesa diklaim makin berdampak setelah disokong program Telkom Smart Village Nusantara dari Divisi DxB (Digital neXt Business), DGS (Divisi Goverment Service), dan Witel se-Indonesia.

"Poinnya adalah aplikasi ini tidak membuat orang desa gigit jari. Kalau ada pembayaran-pembayaran, ada kas yang masuk ke desa dan nantinya balik ke warga berbentuk pembangunan. Itu baru dari sisi smart economy-nya saja, belum dengan manfaat smart goverment dan smart society," ungkapnya, Selasa (24/8/2021).

Giyatno, Direktur BUMDes Sambimulyo di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta mengatakan, misalnya pengelolaan obyek wisata Tebing Breksi menjadi lebih mudah setelah menggunakan eLok (Elektronik Loket) yang disokong program Smart Village Nusantara (SVN) Telkom.

"Sebelumnya kami hitung semua pemasukan manual, tapi itu merepotkan. Setelah gunakan eLok, berapa pemasukan tiket harian keliatan langsung, berapa dari parkir bisa dicek di dashboard, sehingga transparansi langsung tercipta," ujarnya dalam keterangan tertulisnya.

Digitalisasi yang dilakukan mampu mendongkrak pendapatan asli desa (PAD) dari obyek wisata di desanya cukup signifikan. PAD tahun 2019 mencapai Rp1,2 miliar per tahun, sebelumnya masuk desa miskin mengacu data BPS tahun 2010 dengan pendapatan Rp10 juta/tahun.

Selain itu, seiring meluasnya desa wisata di Indonesia, destinasi di desanya berkembang ke empat unit penginapan lengkap ruang pertemuan di Balkondes Sambirejo. Dalam waktu dekat, akan dikembangkan Watu Payung yang menjadi spot sunrise dan sunset.

Giyatno mengatakan, destinasi ini akan bertambah dengan wisata budaya yang sudah eksis sejak lama di wilayah tersebut sekalipun tidak di bawah pengelolaannya. Contohnya, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Nigiri, Candi Dawung, Sumur Bandung, dan peninggalan sejarah lainnya.

"Digitalisasi itu kebutuhan karena segalanya tercatat rapih dan mudah dicek. Kendala utamanya ya masih di pandemi karena tempat wisata belum bisa buka, sehingga pendapatan 2020 turun ke Rp400 juta dan tahun ini malah belum sampai Rp200 juta dari Januari sampai Agustus," katanya.

Digitalisasi pedesaan yang dilakukan TelkomDigitalisasi pedesaan yang dilakukan Telkom Foto: Telkom

Sementara itu, Nana Mulyana selaku Ketua BUMDes Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat menambahkan, aplikasi SVN, yakni simpeldesa membuka peluang penambahan pendapatan warga desa yang melakoni usaha mikro, khususnya dalam penyedian jasa pembayaran mulai dari listrik, pulsa, dan lainnya.

Menurut dia, sejak menggunakan simpeldesa dua bulan lalu, transaksi harian dari Mitra BUMDes, warung kelontongan/warga yang membuka jasa pembayaran tersebut berada di kisaran 10 transaksi per hari dengan skema bagi hasil keuntungan 70% untuk mitra dan 30% untuk BUMDes.

"Selain pembayaran, kami juga sudah punya usaha sewa kursi lipat yang jumlahnya sudah mendekati 200 buah. Juga, menjadi mitra pemasok susu sapi perah ke KPSBU di Kecamatan Lembang dengan kepemilikan enam sapi dari BUMDes,"sambungnya.

Disebutkannya aplikasi simpeldesa dalam pemberdayaan ekonomi memang masih merintis. Akan tetapi, untuk layanan administrasi kependudukan, smart government, sudah sangat terasa manfaatnya bagi warga dengan 20% dari total 3.614 penduduk menggunakannya.

"Tinggal masalah merubah kebiasaan saja karena belum semua warga mau dan terbiasa menggunakan aplikasi digital. Menu yang ada juga harapannya bisa adopsi untuk usaha kursi lipat dan susu sapi perah, agar lebih meluas penggunaannya ke depan," imbuhnya.

Digitalisasi sangat terkait jenjang pendidikan dan sumber daya manusia. Jika di kota mudah menemukan lulusan sarjana, di desanya rerata lulusan SD-SMP. Karenanya, harus terus diedukasi dan diajak untuk berubah kebiasaan.

"Kami sudah siapkan peranti kasir digital, iKas, sebanyak dua unit di Balkondes tapi tidak langsung bisa dioperasikan staff kami. Demikian pula dengan peralatan eLok. Jadi, harus sabar dan mau dampingi supaya lama-lama lancar menjalankan," katanya.




(agt/fay)