Frekuensi 2300 MHz Berpotensi Hasilkan Rp 3 Triliun
Hide Ads

Frekuensi 2300 MHz Berpotensi Hasilkan Rp 3 Triliun

Anggoro Suryo Jati - detikInet
Minggu, 10 Nov 2019 20:52 WIB
Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET
Jakarta - Dalam waktu dekat, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan segera melakukan evaluasi 10 tahun pertama (izin diberikan mulai 17 November 2009) bagi Broadband Wireless Access (BWA) 2300 MHz.

Frekuensi BWA 2300 MHz saat ini penggunaannya belum optimal. Padahal dari sini pemerintah bisa berpotensi mendapat tambahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 3 triliun.

Penyelenggara BWA 2300 MHz yang masih ada saat ini hanya PT Berca Hardaya Perkasa. Itu pun kondisinya sekarat. Padahal ketika pemerintah membuka lelang peluang usaha BWA 2300 MHz di 15 zona, setidaknya 8 perusahaan yang memenangkan tender.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat banyak perusahaan BWA 2300 MHz yang berguguran, Dr. Ir. Mohammad Ridwan Effendi MA.Sc. Sekretaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan bahwa penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA) seperti Berca tidak layak diberikan perpanjangan izin penyelenggaraan telekomunikasi oleh Kominfo.


"Saya melihat sangat kecil kemungkinannya penyelenggara telekomunikasi BWA 2300 MHz tidak akan dapat bersaing dengan operator selular dengan teknologi GSM. Ini dapat dilihat dari banyaknya penyelenggara BWA 2300 MHz yang mati, kalah bersaing dengan penyelenggara selular seperti Smartfren yang memiliki frekuensi sama di 2300 MHz. Yang saat ini masih hidup pun capaian pembangunannya sangat-sangat minim. Jadi semua operator BWA sangat tidak layak untuk diperpanjang," jelas Ridwan.

Contohnya saja Berca. Dari 15 zona yang dilelang pemerintah, perusahaan milik Murdaya Widyawimarta Poo (Poo Tjie Guan) menguasai 8 zona yang terdiri dari 21 provinsi dan 298 kabupaten kota. Namun kenyataannya yang di bangun Berca hanya di 8 kota saja selama 10 tahun.

Ridwan meminta kepada Menkominfo Johnny G Plate untuk dapat mengevaluasi penuh pembangunan jaringan yang telah dilakukan Berca. Menurut Ridwan dengan waktu 10 tahun yang telah diberikan ke Berca, seharusnya mereka sudah membangun di hampir seluruh zona yang mereka menangkan. Jika merujuk pada penjelasan Pasal 23 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No.53/2000, Berca seharusnya sudah tidak layak dipertahankan frekuensinya karena target pembangunannya tidak terpenuhi, sehingga tidak berdaya guna/ memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat.

Ridwan juga berpendapat bahwa saat ini adalah waktu yang pas bagi pemerintah untuk bertindak tegas dalam pengelolaan frekuensi yang merupakan sumber daya terbatas untuk mendukung penyelenggaraan broadband, dengan tidak memberikan perpanjangan izin bagi penyelenggara yang tidak dapat mendukung target pemerintah dalam pemerataan dan penyediaan jaringan broadband bagi masyarakat luas.

"Harusnya perusahaan yang tidak komit pada pembangunan jaringan seharusnya tidak layak diperpanjang izinnya. Mereka tidak ingat kalau perusahaan telekomunikasi harus memiliki high capex dan high intensif. Dari komitmen pembagunan yang dibuat dan dengan kenyataannya, itu sudah cukup menjadikan bukti bahwa Berca tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan layanan telekomunikasi untuk masyarakat," papar Ridwan dalam keterangan yang diterima detikINET.

Selain terkait dengan pembangunan jaringan, dengan masih adanya Berca yang menguasai frekuensi 2300 Mhz sebesar 30 Mhz, Ridwan mengatakan bahwa negara memiliki peluang kehilangan potensi peningkatan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang lebih besar jika dibandingkan dengan frekuensi BWA dilelang lagi bagi penyelenggaraan seluler, dan ini pada akhirnya juga akan bermanfaat untuk mendukung keuangan negara, mengingat saat ini Kementerian Keuangan tengah membutuhkan pemasukan baik itu dari pajak maupun PNBP untuk mendukung program pemerintah.

"Frekuensi yang ditempati oleh penyelenggara BWA saat ini (baik yang kosong maupun ditempati Berca) sama besarnya dengan yang dimenangkan Telkomsel di tahun 2017, di mana pada tahun 2017 Telkomsel membayar Rp 3 triliun. Tahun selanjutnya Telkomsel membayar PNBP ke negara sebesar Rp 1 triliun," terang Ridwan.

Di tahun 2017 dan 2018 yang lalu Kominfo berhasil membukukan PNBP tertinggi yaitu mencapai Rp 17,8 triliun dan Rp 17,7 triliun. Padahal di tahun 2016 PNBP dari sektor Kominfo hanya Rp 14,7 triliun, hal ini diperoleh atas kegiatan pemerintah melelang frekuensi 2300 MHz untuk seluler pada tahun tersebut. Hal ini belum termasuk peningkatan pajak dan PNBP jenis lainnya, mengingat penyelenggara seluler memiliki skala bisnis (baik pendapatan maupun pengeluaran) yang lebih besar dibandingkan dengan penyelenggara BWA.

Ridwan mengharapkan agar Menkominfo Johnny G Plate dapat memperbaiki kesalahan kebijakan Menkominfo Rudiantara yang tidak bisa bertindak tegas untuk segera mencabut alokasi frekuensi penyelenggara BWA 2.3 yang tidak optimal penggunaannya dan segera melelang frekuensi 2300 Mhz agar frekuensi tersebut dapat optimal digunakan melayani masyarakat dan PNBP sektor Kominfo dapat terus dipertahankan.


(asj/asj)