Chairman Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMI) Kamilov Sagala menyoroti fungsi mesin Ais yang pada awal kemunculannya disebut-sebut sebagai penangkal hoax. Menurutnya, alat deteksi dini ini seharusnya berfungsi optimal.
"Jadi terlihat perangkat yang dibeli Kominfo itu tidak jelas penggunaannya. Sudah kewajiban Kominfo melakukan upaya preventif. Ini sudah kebakaran baru diblokir. Seharusnya sebelum api membesar sudah padam duluan," ujarnya saat dihubungi detikINET, Senin (23/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi diragukan juga, harga barang tersebut benarkah sesuai fungsinya yang telah dijanjikan saat itu akan memenuhi harapan. Kalau melihat peristiwa Papua dua kali, hal ini terjadi, sudah saatnya diuji atau audit terhadap seluruh perangkat tersebut," tegasnya.
Di luar itu, mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini juga berpendapat, operator yang terdampak langkah yang diambil Kementerian Kominfo dalam upaya pembatasan akses internet dan telekomunikasi berhak mendapatkan kompensasi.
"Sudah saatnya regulator memikirkan operator yang saat ini bisnis utamanya data, tetapi dengan adanya blokir internet tersebut, jelas berdampak negatif terhadap pendapatan operator. Macam-macam kompensasi bisa dilakukan misal dari aspek pajak dan lain-lain," ucapnya.
Terkait dengan mesin Ais, pria yang juga menjabat Komisioner Komisi Kejaksaan RI periode ke-2 ini mengingatkan agar perangkat tersebut jangan hanya jadi pajangan. Justru di masa-masa seperti ini, mesin Ais menjadi salah satu tolok ukur kinerja Kementerian Kominfo.
"Sebenarnya perangkat itu berfungsi juga sebagai bentuk berhasilnya atau meningkatnya kinerja Menkominfo. Gimana nih kinerja Menkominfo di ujung masa baktinya," tutupnya.
(rns/fyk)