Pengumuman ini tertuang dalam sebuah pernyataan pers yang dirilis Telenor di situs resminya. Pernyataan serupa juga ditemui dalam laman web situs resmi Axiata.
Disebutkan, dalam empat bulan terakhir kedua belah pihak sebenarnya telah melaksanakan uji tuntas dan menyelesaikan kesepakatan transaksi agar dapat rampung di kuartal III-2019. Tetapi kompleksitas yang terjadi membuat kedua pihak bersepakat mengakhiri pembicaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: XL Pede di Ibu Kota Baru, Tapi... |
Berasal dari Norwegia, Telenor telah menancapkan sayap bisnis di Asia seperti Thailand, Malaysia, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, dan India. Sedangkan Axiata yang bermarkas di Malaysia juga beroperasi Bangladesh, Kamboja, Nepal, Sri Lanka, dan Indonesia.
Sebelumnya, kedua grup besar telekomunikasi ini berencana untuk menggabungkan aset telekomunikasi dan infrastruktur mereka di Asia. Mereka berencana membuat holding company (Mergedco) di mana Telenor akan memegang saham mayoritas 56,5% sementara Axiata akan memegang 43,5%.
Pada keterangan resmi Telenor bulan Mei lalu, hanya satu aset atau anak usaha Axiata yang tak masuk dalam perjanjian merger, yakni Robi Axiata Ltd di Bangladesh. Penggabungan aset infrastruktur ini sendiri diperkirakan menghasilkan pendapatan USD 13 miliar dan laba sebelum bunga dan pajak (EBITDA) hingga USD 5,5 miliar.
Pada prosesnya, dalam beberapa waktu terakhir sejumlah media di Malaysia mengabarkan bahwa rencana merger Axiata dan Telenor terbentur kepentingan nasional. Ada pula sentimen negatif terkait rencana mega merger ini, salah satunya isu pembatasan impor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia oleh Uni Eropa.
(agt/krs)