Ada Menara BTS Roboh di DKI, APIMI: Bukan Anggota Kami
Hide Ads

Ada Menara BTS Roboh di DKI, APIMI: Bukan Anggota Kami

Achmad Rouzni Noor II - detikInet
Kamis, 21 Des 2017 21:56 WIB
Foto: Seysha Desnikia/detikcom
Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Infrastruktur Mikrosel Indonesia (APIMI) ikut angkat bicara soal insiden robohnya tower atau menara base transceiver station (BTS) di wilayah DKI Jakarta.

Menurut Ketua Umum APIMI Peter Djatmiko, anggota APIMI telah memilki izin dan perjanjian kerja sama (PKS) dengan pemerintah daerah (Pemda) termasuk Pemda DKI.

Ia pun menilai pelaku usaha di sektor itu telah memberikan sejumlah kontribusi dan kompensasi untuk akselerasi pengembangan jaringan 4G. Di luar itu, mungkin ada tower provider lainnya yang tak memiliki izin dan PKS dari Pemda DKI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mengakui, ada juga penyelengara tiang mikrosel yang tidak memiliki PKS, Dan itu terjadi dari penyelenggara yang tak tergabung APIMI," ujarnya dalam keterangan yang diterima detikINET, Kamis (21/12/2017).

Tanpa adanya infrastruktur tiang Mikrosel, dia menambahkan, pengembangan jaringan 4G di kota besar dan wacana tentang smart city tidak akan terwujud. "Sesuai dengan isi PKS, banyak kontribusi dan kompensasi yang telah diberikan oleh Anggota APIMI kepada Pemda," masih kata Peter.



Perizinan menara BTS ini belakangan juga menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengingat banyaknya menara yang berdiri di lima wilayah kota Jakarta tidak membayar sewa kepada Pemprov DKI, padahal mereka menggunakan lahan milik Pemprov DKI.

Peter mengemukakan semua tiang mikrosel yang dibangun oleh APIMI memiliki izin dan perjanjian kerjasama (PKS) dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

"Yang membedakan tiang mikrosel yang dibangun oleh anggota APIMI adalah semuanya memiliki izin dari Pemda. Ada juga penyelengara tiang mikrosel yang tidak memiliki PKS," ungkapnya.



Bukan hanya memiliki izin, anggota APIMI juga memiliki kewajiban memberikan kontribusi kepada Pemda ketika membangun tiang mikrosel seperti menyediakan menyediakan GPS Busway Tracking System untuk koridor 1 dan juga penyediaan CCTV untuk kebutuhan Pemda.

"Satu penyelenggara saja seperti iForte nilai kontribusinya bisa mencapai Rp1 miliar per bulan," jelasnya.



Solusi Broadband

Lebih lanjut disampaikan Peter, inftastruktur mikrosel ini dibutuhkan untuk mendukung perkembangan teknologi selular seperti 4G LTE yang membutuhkan kanal data yang sangat dan tidak dapat dipenuhi oleh menara-menara makrosel.

"Mikrosel dapat mengisi wilayah layanan yang tidak terjangkau oleh menara makrosel," katanya.

Seiring dengan terus bertambahnya pengguna smartphone, keberadaan mikrosel bias menjadi solusi karena dapat menambah kapasitas jaringan di daerah urban dengan pengguna smartphone yang sangat padat.



Dengan sel-sel yang lebih kecil, operator selular dapat mengoptimalkan penggunaan spectrum frekuensi untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah pelanggan dan kebutuhan trafik data yang semakin besar.

Di DKI Jakarta saja, misalnya, dimana pengguna smartphone jumlahnya sangat banyak dan kapasitas penggunaannya juga cukup besar dimana layanan data tidak hanya digunakan untuk mengakses social media saja melainkan juga untuk kebutuhan pekerjaan. Kebutuhan kapasitas layanan data menjadi persoalan kebanyakan operator.



Oleh karena itu kebutuhan akan mikrosel sangat banyak untuk mengatasi kepadatan trafik tersebut. Dengan mikrosel yang mampu menjangkau radius 250 meter, Jakarta membutuhkan setidaknya 6000 tiang mikrosel. Sedangkan jumlah yang mampu dipenuhi oleh APIMI dikatakan Peter baru sekitar 2000 tiang.

Menurut Peter, jumlah kebutuhan tiang mikrosel tersebut tentunya akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya kepadatan pengguna layanan data.

Tanpa adanya infrastruktur tiang mikrosel, upaya pemerintah untuk mewujudkan broadband plan dan pengembangan jaringan 4G di kota besar serta wacana tentang smart city yang saat ini sedang ramai dikembangkan, diyakini Peter, tidak akan terwujud. (rou/rou)