Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Mengantisipasi Ancaman OTT Asing

Mengantisipasi Ancaman OTT Asing


Achmad Rouzni Noor II - detikInet

Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta - Lemahnya regulasi cuma salah satu contoh masalah yang dihadapi di era konvergensi bisnis data. Masih ada bahaya lainnya yang mulai menggerogoti, salah satunya adalah ancaman dari OTT asing.

OTT -- over the top -- merupakan istilah bagi penyedia layanan konten aplikasi multimedia yang menumpang di jaringan internet milik operator. Contohnya, Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp, Skype, YouTube, dan masih banyak lagi.

Bagi operator, layanan ini dicintai sekaligus dibenci. Dicintai karena bisa menarik minat pengguna agar mau berlangganan data. Tapi juga dibenci karena menghabiskan bandwidth besar untuk akses internasional.

Para pemain OTT ini makin dibenci karena bisa jauh lebih kaya dibanding operator, tanpa harus keluar duit dan repot-repot bangun jaringan di tiap negara. OTT asing ini pun tak kena pajak penghasilan karena tidak beroperasi di sini.

Hal ini tentu jadi perhatian Kominfo. Sebagai pemerintah dan regulator, jelas mereka tak mau kliennya -- operator pemilik lisensi -- terus dirugikan. Atau lebih tepatnya, seperti kata Menkominfo Rudiantara, operator bukannya rugi. "Tapi tidak untung!"

Sebagai jalan keluarnya, Kominfo bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang baru, akan membahas bagaimana nasib operator agar tak kolaps dari serbuan OTT asing ini.

Mulai dari rencana mendesak OTT agar mau membangun server dan infrastruktur di Indonesia, sampai pada rencana pola bagi hasil melalui interkoneksi. Ya mirip-mirip interkoneksi yang sudah berjalan di industri telekomunikasi.

"Harus ada bagi hasil yang pantas dengan OTT," kata Kalamullah Ramli yang baru diangkat sebagai Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2015-2018, saat ditemui detikINET di gedung Kominfo, Jakarta.

Pun demikian ditegaskan pula oleh Muhammad Imam Nashiruddin, anggota Komite Regulasi Telekomunikasi BRTI yang baru dilantik akhir pekan lalu. OTT asing harus tunduk aturan di negeri kita jika mereka mau berbisnis di Indonesia.

"Google mau ke sini, fine. Tapi bagaimana kita bisa mendapat benefit yang lebih tinggi dari cost yang kita keluarkan. Bagaimana kita semua bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Imam yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Digital di Indosat.

(Achmad Rouzni Noor II/Ardhi Suryadhi)





Hide Ads