Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
BRTI: Tarif Data Boleh Naik, Tapi Jangan Kartel

BRTI: Tarif Data Boleh Naik, Tapi Jangan Kartel


- detikInet

Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta -

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) memberikan restu kepada operator untuk menaikkan tarif layanan datanya. Namun dengan syarat, tidak boleh ada kesepakatan bersama yang menjurus pada perbuatan kartel.

"Mau naik silakan, tapi jangan ajak-ajak orang lain. Operator dilarang membuat kesepakatan secara bersama-sama menaikkan tarif," tegas Anggota Komite BRTI Muhammad Ridwan Effendi saat berbincang dengan detikINET, Selasa (23/12/2014).

Saat meluncurkan layanan 4G LTE kemarin, President Director & CEO Indosat yang juga Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alexander Rusli menilai tarif data semua operator sudah saatnya disesuaikan dengan kondisi saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semua operator harusnya menaikkan tarif data sama-sama agar tidak terjadi churn rate. Tapi ini butuh pengertian bersama industri, kenaikan harga bersama tanpa kongkalikong. Atau kita mohon pada pemerintah untuk bikin floor price," katanya.

Pernyataan itu langsung mendapat respons dari BRTI. "Apa yang telah dikemukakan oleh Ketua ATSI ini bisa mengarah pada perbuatan kartel yang dilarang regulasi. Jadi masalah kalau operator bersepakat secara bersama-sama," ujar Ridwan.

β€œIndosat tidak perlu mengajak operator lain secara bersama-sama apabila sudah berniat ingin menaikkan tarif data. Sebaiknya ATSI bersama-sama regulator mengkaji formula tarif yang baik seperti halnya pada layanan suara dan SMS,” tegasnya lebih lanjut.

Dijelaskannya, untuk basic services seperti suara dan SMS sudah ditetapkan tarif ritel adalah biaya originasi ditambah biaya terminasi, service activation cost, dan margin. Biaya originasi dan biaya terminasi dihitung oleh pemerintah secara berkala dari biaya elemen jaringan, sedangkan service activation cost dan margin diserahkan kepada masing-masing operator.

β€œNamun pada kenyataannya di basic services, operator banyak melakukan promosi berkelanjutan yang menyebabkan perang tarif ritel, dimana tarifnya lebih rendah dari biaya originasi plus terminasi. Alhasil, jangankan ada margin, untuk menutup biaya elemen jaringan saja tidak ada. Pada akhirnya banyak operator yang tidak bisa survive dan kualitas layanan juga tidak meningkat,” ungkapnya.

Keluhan soal tarif data sebenarnya tak hanya disuarakan oleh Indosat. President Director & CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi sempat mengakui, operator saat menjual layanan data belum mendapatkan margin yang ideal.

"Di layanan data, kami masih mengalami kerugian sekitar 10%-15%. Bayangkan saja, biaya produksinya USD 3 atau sekitar Rp 30.000 per GB, tapi kita jualnya 6.000 per GB. Kadang kalau lagi promosi bisa per 2 GB," ujarnya, belum lama ini.

(rou/ash)





Hide Ads