Hacker yang diduga berasal dari Korea Utara mengincar latihan perang gabungan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Latihan perang bernama Ulchi Freedom tersebut dimulai pada Senin (21/8/2023) dengan tujuan utama melatih kemampuan mereka untuk menghadapi ancaman serangan misil dan nuklir dari Korut.
Namun menurut Korut, latihan ini hanya akal-akalan yang bertujuan untuk menyiapkan invasi ke Korut, demikian dikutip dari Reuters, Rabu (23/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, aksi hacker yang diduga berasal dari Korut ini -- disebut dengan nama Kimsuky -- berencana melakukan aksinya lewat email yang ditujukan ke kontraktor yang menggarap pusat simulasi perang AS - Korsel. Namun untungnya, menurut pihak berwajib setempat, tak ada informasi terkait militer yang bocor dalam peretasan tersebut.
"Terkonfirmasi kalau tak ada informasi terkait militer berhasil dicuri," kata kepolisian Gyeonggi Nambu.
Pihak Korut menepis tudingan kalau mereka ada di balik serangan peretasan tersebut.
Kimsuky bukan nama baru di ranah serangan siber. Mereka sudah tenar lewat aksi email spear phishing yang mengincar password korban. Modus lainnya adalah dengan mempengaruhi korban untuk mengklik tautan berbahaya yang bisa menyusupkan malware ke perangkat korban.
Kepolisian Korsel dan militer AS melakukan investigasi gabungan untuk menyelidiki serangan ini, dan mereka menemukan alamat IP yang dipakai dalam percobaan peretasan tersebut sebelumnya pernah dipakai untuk meretas reaktor nuklir Korsel pada 2014 lalu. Dan saat itu, Korsel menuding Korut ada di balik aksi peretasan tersebut.
Sebelumnya Korut juga pernah dituding sebagai negara pencuri aset kripto terbesar selama 2022 oleh PBB. Tak cuma itu, Korut juga menyerang berbagai jaringan badan luar angkasa berbagai negara dan perusahaan keamanan.
"(Korea Utara) menggunakan teknik serangan siber yang makin canggih untuk mendapat akses ke jaringan digital yang dipakai di keuangan siber, dan untuk mencuri informasi bernilai termasuk program senjata," tulis pemantau sanksi independen dalam laporannya ke Dewan Keamanan PBB.
Tim pemantau itu juga sebelumnya menuding Korut menggunakan serangan siber untuk mendanai program nuklir dan misilnya, demikian dikutip detikINET dari Reuters.
"Aset kripto bernilai tinggi dicuri DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea-red) pada 2022 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya," tulis tim pemantau dalam laporan yang dikirimkan ke 15 anggota komite sanksi Korut tersebut.
(asj/afr)