China Klaim Diserbu Serangan Cyber Amerika, 140 GB Data Dicuri
Hide Ads

China Klaim Diserbu Serangan Cyber Amerika, 140 GB Data Dicuri

Anggoro Suryo - detikInet
Selasa, 06 Sep 2022 10:10 WIB
Darkweb, darknet and hacking concept. Hacker with cellphone. Man using dark web with smartphone. Mobile phone fraud, online scam and cyber security threat. Scammer using stolen cell. AR data code.
Foto: Getty Images/iStockphoto/Tero Vesalainen
Jakarta -

Biasanya, Amerika Serikat yang rutin menuding China melakukan aksi serangan siber dan peretasan, namun kali ini kebalikannya.

Menurut China, AS juga tak terlalu bersih dalam hal kejahatan siber. Tudingan terbaru China adalah NSA (salah satu badan intelijen AS) melakukan peretasan terhadap universitas yang spesialisasinya pada studi aviasi, luar angkasa, dan navigasi, dana pendidikannya berasal pemerintah China.

Menurut National Computer Virus Emergency Response Center (CNCERT/CC), ada divisi NSA bernama Office of Tailored Access Operation (TAO) yang mengirimkan email phishing ke dosen dan mahasiswa di Northwestern Polytechnical University. Tujuannya? Mencuri data dan informasi pribadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sama seperti aksi phishing lainnya, tujuan dari kiriman email tersebut adalah untuk menipu dan membujuk korban untuk mengklik tautan tertentu, di mana TAO bisa mencuri data login korbannya.

Menurut Global Times, media massa milik partai komunis China, tim dari CNCERT/CC dan 360 Security Technology menganalisa sampel trojan yang ada di sistem informasi universitas setelah adanya serangan pada Juni lalu. Dan dari sampel itulah terlihat kalau TAO ada di balik serangan tersebut.

ADVERTISEMENT

Menurut China, NSA ada di balik 10 ribu serangan siber kejam selama beberapa tahun ke belakang, dan sukses mencuri data penting sebesar lebih dari 140 GB.

Antara AS dan China selama bertahun-tahun ke belakang memang saling menuding terkait serangan siber. Sebelumnya, tim gabungan CISA, NSA, dan FBI menyebut adanya hacker China yang menyusupkan malware ke router WiFi dan network attached storage (NAS) untuk menyerang perusahaan telco besar di AS.

Lalu pada Februari 2022, direktur FBI Christopher Wray menyebut saking banyaknya serangan siber China ke AS, jumlahnya melebihi serangan siber dari semua negara lain. Saat itu, Wray mengaku tengah menginvestigasi 2000 kasus serangan siber dari China, termasuk peretasan terhadap Microsoft Exchange, yang berdampak pada 10 ribu perusahaan asal AS.




(asj/fyk)