Perusahaan asal Amerika Serikat bernama Colonial Pipeline terpaksa menyetop operasional perusahaannya setelah menjadi korban dari ransomware.
Colonial Pipeline adalah operator pipa minyak paling besar di AS, yang bertanggung jawab atas setengah dari pasokan bahan bakar minyak (BBM) untuk kawasan East Coast, dan serangan ransomware ini disebut sebagai serangan digital yang paling mengganggu dalam sejarah.
Pasalnya jika penyetopan operasi ini berlangsung terlalu lama maka akan mengganggu pasokan bahan bakar di banyak negara bagian AS, yang akan berdampak pada meningkatnya harga BBM di kawasan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Colonial tiap harinya mengirimkan 2,5 juta barrel bensin dan bermacam BBM lain lewat pipanya yang membentang sepanjang 8.850 km dari Gulf Coast ke bagian timur dan selatan AS. Mereka juga menjadi penyuplai BBM untuk beberapa bandara besar di AS, termasuk Hartsfield Jackson Airport di Atlanta, bandara tersibuk di dunia.
Perusahaan tersebut menyetop operasinya sejak Jumat lalu waktu setempat setelah menyadari adanya serangan siber dalam bentuk ransomware terhadap sistemnya, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (11/5/2021).
"Colonial Pipeline mengambil langkah yang diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan masalah ini. Saat ini fokus utama kami adalah untuk mengembalikan layanan kami dengan aman dan efisien, dan berusaha untuk menormalkan operasional perusahaan," ujar Colonial dalam pernyataannya.
Pihak yang ada di balik serangan ini kabarnya adalah sebuah sindikat bernama 'DarkSide', yang dikenal dengan bermacam serangan ransomware-nya. Colonial pun sudah meminta bantuan pemerintah AS serta perusahaan keamanan siber seperti FireEye untuk menyelesaikan masalah ini.
Presiden Joe Biden pun sudah mengetahui masalah ini, dan juru bicara White House juga menyebut Pemerintah AS saat ini ikut membantu Colonial untuk menyelesaikan masalah ini agar operasional perusahaan bisa berjalan kembali dan tak sampai mengganggu pasokan BBM.
(asj/afr)