AS Tuntut Hacker China yang Coba Curi Data Vaksin Virus Corona
Hide Ads

AS Tuntut Hacker China yang Coba Curi Data Vaksin Virus Corona

Virgina Maulita Putri - detikInet
Rabu, 22 Jul 2020 15:45 WIB
kejahatan cyber
AS Tuntut Hacker China yang Coba Curi Data Vaksin Virus Corona Foto: Internet
Jakarta -

Kementerian Kehakiman Amerika Serikat menuntut dua hacker warga negara China yang dituding meretas sistem komputer milik perusahaan yang meneliti vaksin virus Corona. Keduanya juga didakwa atas beberapa tuduhan kejahatan siber lainnya.

Kedua orang tersebut adalah Li Xiaoyu (34) dan Dong Jiazhi (33) yang merupakan mantan mahasiswa teknik listrik. Keduanya disebut telah melakukan kegiatan peretasan selama lebih dari satu dekade dan menerima dukungan dari badan intelijen China.

Dikutip detikINET dari CNBC, Rabu (22/7/2020) dakwaan ini menyatakan bahwa keduanya telah mencuri data hingga beberapa terabyte dari AS, Australia, Belgia, Jerman, Jepang, Lithuania, Belanda, Spanyol, Korea Selatan, Swedia dan Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kementerian Kehakiman dalam keterangannya mengatakan beberapa industri yang menjadi sasaran kedua hacker adalah pabrik manufaktur berteknologi tinggi, software gaming, teknik energi surya, farmasi dan industri pertahanan.

Jaksa penuntut mengatakan keduanya memata-matai perusahaan bioteknologi di Massachusetts yang sedang meriset calon obat untuk COVID-19 pada Januari lalu. Mereka juga meretas perusahaan asal Maryland kurang dari seminggu setelah perusahaan itu mengatakan akan meriset COVID-19.

ADVERTISEMENT

"Setidaknya dalam satu contoh, para peretas berusaha memeras cryptocurrency dari korban, dengan mengancam akan merilis source code korban yang dicuri ke internet," kata Departemen Kehakiman AS dalam keterangannya.

"Baru-baru ini, para terdakwa memeriksa kerentanan di jaringan komputer perusahaan yang mengembangkan vaksin COVID-19, teknologi pengujian dan perawatan," sambungnya.

Selain pencurian data vaksin virus Corona, kedua hacker juga didakwa melakukan penipuan komputer, pencurian rahasia dagang, mengakses komputer tanpa izin dan pencurian identitas.

Untuk menyembunyikan upayanya, hacker dituding menyimpan data korban dalam file terkompresi Roshal Archive; mengubah nama file, dokumen korban dan stempel waktu sistem; dan menyembunyikan program dan dokumen.

Terdakwa juga menyerang kembali perusahaan, entitas pemerintahan dan organisasi yang sebelumnya menjadi korban mereka.

Dakwaan ini datang tidak lama setelah AS, Inggris dan Kanada menuduh hacker Rusia mencoba mencuri data penelitian terkait vaksin virus Corona.




(vmp/fay)