Pelaku ransomware akan berusaha mengeruk keuntungan finansial dengan meminta uang tebusan untuk membuka enkripsi yang ia lakukan pada data penting milik si korban.
"Ransomware itu ya malware, tapi dia gak nyuri. Cuma enkripsi file yang ada lalu minta tebusan," jelas Andreas Kagawa, Country Manager Trend Micro Indonesia di Jakarta, Rabu (17/6/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Andreas, korban penyanderaan ala dunia cyber ini tak melulu berasal dari luar negeri. Banyak kejadian ransomware yang menimpa perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Ia memang mengaku tak punya data pasti mengenai ucapannya itu. Namun dirinya yakin banyak perusahaan di Indonesia yang terkena serangan semacam itu, meski tak pernah ada yang diumbar ke publik. "Banyak yang kena, cuma gak ngaku," ujar pria asal Salatiga itu.
Andreas juga menceritakan pengalamannya bertemu dengan seseorang yang perusahaannya terkena serangan ransomware. "Pernah ketemu dengan salah satu korbannya, pas tahu saya dari Trend Micro, dia cerita kalau kena ransomware," tutur Andreas.
Menurutnya, jika sudah terlanjur terkena serangan ransomware -- atau tepatnya cryptoware karena filenya dienkripsi -- tak ada yang bisa dilakukan si korban kecuali membayar uang tebusan.
"Cuma Tuhan dan si penyandera yang bisa bantu. Kami di Trend Micro juga gak bisa bantu, filenya kan sudah di-encrypt, jadi gak bisa apa-apa," tandas Andreas.
Namun menurutnya, ada hal yang bisa dilakukan untuk mencegah agar ransomware tak terjadi. Salah satunya dengan menggunakan aplikasi yang bisa memantau pergerakan file terinkripsi di jaringan.
"Di Trend Micro kami punya CryptoWard, yang bisa memantau aktivitas file terenkripsi yang ada di jaringan, dan akan memblokirnya jika tak termasuk ke dalam white list. Kan kita juga suka mengenkripsi atau meng-compress file sebelum dikirim. Nah, kalau tidak tergolong file yang memang sengaja dienkripsi, bakal diblok itu," tutup Andreas.
(asj/ash)