Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Terkuak! Ini Penyebab Kematian Buaya Raksasa Cassius

Terkuak! Ini Penyebab Kematian Buaya Raksasa Cassius


Adi Fida Rahman - detikInet

Buaya Raksasa Cassius
Terkuak! Ini Penyebab Kematian Buaya Raksasa Cassius Foto: Marineland Melanesia
Daftar Isi
Jakarta -

Misteri kematian Cassius, buaya air asin raksasa yang dikenal sebagai salah satu buaya tertua dan terbesar di dunia, akhirnya terungkap. Hasil pemeriksaan pascakematian mengungkap bahwa Cassius meninggal akibat infeksi dorman dari luka lama yang telah tersembunyi di tubuhnya selama lebih dari 40 tahun.

Cassius merupakan buaya air asin (Crocodylus porosus) dengan panjang sekitar 18 kaki atau setara 5,5 meter. Ia hidup di penangkaran di Australia dan diperkirakan berusia sekitar 120 tahun saat meninggal dunia pada tahun lalu.

Selama puluhan tahun terakhir hidupnya, Cassius dikenal dalam kondisi sehat dan aktif, tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit serius. Namun, pemeriksaan postmortem yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Buaya di Darwin mengungkap fakta mengejutkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Infeksi lama yang berasal dari cedera berat di masa muda ternyata tetap bertahan dalam tubuh Cassius, terbungkus rapat oleh selubung fibrosa, sebelum akhirnya pecah dan menyebabkan kematian mendadak.

Sally Isberg, direktur pengelola Pusat Penelitian Buaya di Darwin, menjelaskan bahwa infeksi tersebut berasal dari cedera yang dialami Cassius saat masih hidup liar. Pada masa itu, Cassius kehilangan kaki depan kirinya akibat luka serius, sebelum akhirnya ditangkap di Wilayah Utara Australia dan dibawa ke penangkaran pada 1984.

"Yang tidak kami ketahui sebelumnya adalah bahwa cedera itu juga merusak rongga dadanya," ujar Isberg kepada ABC News. Saat dilakukan nekropsi, tulang rusuk kiri Cassius tampak membengkak dibandingkan sisi kanan, karena menjadi tempat bersarangnya jaringan fibrosis yang menyelimuti infeksi tersebut.

Pada mamalia, kondisi ini dikenal sebagai abses. Namun pada reptil seperti buaya, mekanisme pertahanan tubuh tersebut disebut fibrosis, yakni pembentukan selubung jaringan keras yang mengisolasi infeksi agar tidak menyebar.

Pecah di Usia Senja

Menurut Isberg, fibrosis yang menahan infeksi itu akhirnya pecah karena faktor usia. Seiring bertambah tuanya Cassius, kemampuan sel-sel tubuhnya untuk memperbarui diri menurun drastis.

"Sel-selnya tidak lagi mampu mempertahankan pembentukan selubung fibrosa di sekitar infeksi," jelas Isberg. Ketika lapisan pelindung tersebut rusak, infeksi yang telah lama tersembunyi langsung menyebar dan memicu sepsis, kondisi infeksi sistemik yang mematikan.

Yang mengejutkan, Cassius sama sekali tidak menunjukkan gejala penyakit sebelum kematiannya. Isberg bahkan mengunjungi Cassius hanya 17 hari sebelum ia meninggal dan menyimpulkan bahwa buaya raksasa itu dalam kondisi bahagia dan sehat.

Buaya Raksasa CassiusCassius diawetkan untuk pameran baru di Marineland Crocodile Park. Foto: Marineland Melanesia

Setelah kematian Cassius, tim peneliti mengambil salah satu tulang pahanya untuk memperkirakan usia secara lebih akurat melalui analisis cincin pertumbuhan. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil pasti.

Isberg menjelaskan bahwa suhu lingkungan yang sangat stabil di Taman Buaya Marineland-tempat Cassius tinggal selama sekitar 40 tahun-membuat cincin pertumbuhan tulang sulit terbentuk. Pada buaya, cincin pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi metabolisme, yang erat kaitannya dengan perubahan suhu.

Pihak taman sebelumnya merayakan ulang tahun ke-120 Cassius pada 2023. Namun angka tersebut merupakan estimasi maksimal, mengingat Cassius diperkirakan berusia antara 30 hingga 80 tahun saat pertama kali ditangkap dari alam liar.

Kini, Cassius telah diawetkan melalui proses taksidermi dan dikembalikan ke Taman Buaya Marineland. Sosok legendaris ini akan dipamerkan kepada publik sebagai bagian dari edukasi dan penghormatan terhadap salah satu buaya paling ikonik yang pernah hidup di Australia.

Kasus Cassius menjadi contoh langka sekaligus ekstrem tentang bagaimana infeksi dorman pada reptil dapat bertahan puluhan tahun tanpa gejala, sebelum akhirnya berubah menjadi kondisi fatal di usia lanjut, demikian dilansir dari Live Science.




(afr/afr)