Jenis Ular Aneh Terungkap dari Temuan Fosil di Inggris
Hide Ads

Jenis Ular Aneh Terungkap dari Temuan Fosil di Inggris

Rachmatunnisa - detikInet
Rabu, 19 Nov 2025 07:45 WIB
spesies ular baru
Jenis Ular Aneh Terungkap dari Temuan Fosil di Inggris Foto: Phys.org
Jakarta -

Seekor ular yang telah punah terungkap setelah lebih dari empat dekade. Spesies reptil yang dideskripsikan dengan nama Paradoxophidion richardoweni ini menawarkan petunjuk baru dalam pencarian asal-usul ular 'modern'.

Pada 1981, tulang punggung seekor ular purba ditemukan di Tebing Hordle di pesisir selatan Inggris. Kini, tulang-tulang itu terungkap sebagai sisa-sisa spesies yang sebelumnya tidak diketahui.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Comptes Rendus Palevol telah mengidentifikasi bahwa vertebra tersebut milik spesies baru bernama Paradoxophidion richardoweni. Hewan ini diperkirakan hidup sekitar 37 juta tahun yang lalu, ketika Inggris merupakan rumah bagi spesies ular yang jauh lebih beragam daripada sekarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun sedikit yang diketahui tentang kehidupan hewan ini, temuan tersebut memberikan gambaran tentang evolusi awal kelompok ular modern terbesar. Hal ini karena Paradoxophidion merupakan anggota caenophidia yang bercabang lebih awal, kelompok yang mencakup sebagian besar ular yang masih hidup.

ADVERTISEMENT

Spesies baru ini berada pada tahap awal evolusi caenophidia sehingga memiliki campuran karakteristik unik yang kini ditemukan pada berbagai ular di seluruh kelompok ini. Mosaik ciri-ciri ini terangkum dalam nama genusnya, dengan Paradoxophidion yang berarti 'ular paradoks' dalam bahasa Yunani.

Adapun nama spesiesnya diambil dari nama Richard Owen. Ia tidak hanya memberi nama fosil ular pertama yang ditemukan di Hordle Cliff, tetapi ilmuwan ini juga berperan penting dalam pendirian Museum Sejarah Alam tempat fosil-fosil tersebut dirawat, sehingga nama tersebut memiliki beragam makna.

Penulis utama penelitian, Dr. Georgios Georgalis, dari Institute of Systematics and Evolution of Animals, Polish Academy of Sciences, di Krakow, Polandia, mengatakan bahwa mampu mendeskripsikan spesies baru dari koleksi fosil ini adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.

"Mengunjungi Museum Sejarah Alam adalah impian masa kecil saya, apalagi melakukan penelitian di sana. Jadi, ketika saya melihat vertebra yang sangat aneh ini dalam koleksi dan tahu bahwa itu adalah sesuatu yang baru, rasanya luar biasa," ungkap Georgalis.

"Sangat menarik untuk dapat mendeskripsikan ular caenophidian divergen awal, karena belum banyak bukti tentang bagaimana mereka muncul. Paradoxophidion membawa kita lebih dekat untuk memahami bagaimana hal ini terjadi," imbuhnya.

Temuan di Tebing Hordle

Hordle Cliff atau Tebing Hordle, dekat Christchurch di pantai selatan Inggris, memberikan gambaran sekilas tentang periode sejarah Bumi yang dikenal sebagai Eosen yang berlangsung sekitar 56 hingga 34 juta tahun yang lalu.

Dr. Marc Jones, kurator fosil reptil dan amfibi yang turut menulis penelitian tersebut, mengatakan bahwa zaman ini menyaksikan perubahan iklim yang dramatis di seluruh dunia.

"Sekitar 37 juta tahun yang lalu, Inggris jauh lebih hangat daripada sekarang. Meskipun Matahari sedikit lebih redup, kadar karbon dioksida di atmosfer jauh lebih tinggi," jelas Jones.

"Inggris juga sedikit lebih dekat ke garis khatulistiwa, yang berarti menerima lebih banyak panas dari Matahari sepanjang tahun," tambahnya.

Fosil ini pertama kali ditemukan di Tebing Hordle sekitar 200 tahun yang lalu. Pada awal tahun 1800-an, Barbara Rawdon-Hastings, seorang pemburu fosil dari Hastings, mengumpulkan tengkorak kerabat buaya dari situs tersebut, yang salah satunya kemudian dinamai Richard Owen berdasarkan namanya.

Sejak saat itu, berbagai fosil kura-kura, kadal, dan mamalia juga telah ditemukan di Tebing Hordle. Terdapat pula fosil ular yang melimpah, termasuk beberapa spesies yang sangat penting.

"Fosil ular yang ditemukan di Tebing Cliff merupakan beberapa yang pertama kali dikenali ketika Richard Owen mempelajarinya pada pertengahan abad ke-19. Ular-ular tersebut termasuk Paleryx, ular konstriktor pertama yang diketahui keberadaannya dalam catatan fosil," kata Georgalis.

Namun, ular yang lebih kecil dari situs ini belum diteliti dengan baik. Tulang belakang Paradoxophidion hanya beberapa milimeter panjangnya, sehingga secara historis mereka tidak banyak mendapat perhatian.

Untuk mengamati fosil-fosil ini dengan lebih baik, Jones dan Georgalis melakukan pemindaian CT pada tulang-tulang tersebut. Secara total, mereka mengidentifikasi 31 vertebra dari berbagai bagian tulang belakang Paradoxophidion.

"Kami menggunakan pemindaian CT ini untuk membuat model tiga dimensi fosil. Ini menyediakan rekaman digital spesimen, yang telah kami bagikan secara daring agar dapat dipelajari oleh siapa pun, bukan hanya orang-orang yang dapat datang ke museum dan menggunakan mikroskop kami," tambah Jones.

Pemindaian menunjukkan bahwa semua fosil memiliki bentuk dan ukuran yang sedikit berbeda, karena tulang belakang ular secara bertahap meruncing dari kepala hingga ekor. Namun, beberapa ciri yang sama menunjukkan bahwa semuanya berasal dari satu spesies.

Georgalis memperkirakan Paradoxophidion panjangnya kurang dari satu meter, tetapi detail lain tentang kehidupan hewan ini sulit dijelaskan. Tidak adanya tengkorak membuatnya sulit untuk mengetahui apa yang dimakannya, sementara tulang belakangnya tidak menunjukkan tanda-tanda adaptasi untuk gaya hidup khusus, seperti menggali.

Mempelajari lebih lanjut tentang Paradoxophidion dan evolusi awal caenophidia berarti lebih banyak fosil perlu dipelajari. Georgalis berharap dapat melanjutkan karyanya dalam koleksi fosil reptil kami dalam waktu dekat, karena ia yakin akan ada lebih banyak spesies baru yang menanti.

"Saya berencana mempelajari berbagai fosil ular dalam koleksi ini, termasuk yang awalnya dipelajari oleh Richard Owen. Ini termasuk sisa-sisa ular air raksasa Palaeophis, yang pertama kali ditemukan di Inggris pada abad ke-19," tambah Georgalis.

"Ada juga beberapa tulang dengan morfologi berbeda yang belum pernah diteliti sebelumnya, dan saya tertarik untuk menelitinya. Ini mungkin mewakili taksa baru dan memberikan petunjuk tambahan tentang evolusi ular," tutupnya.




(rns/afr)
Berita Terkait