Video AI Lucu Satwa Liar Bahayakan Hewan dan Manusia
Hide Ads

Video AI Lucu Satwa Liar Bahayakan Hewan dan Manusia

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 14 Nov 2025 18:45 WIB
Ilustrasi beruang hibernasi.
Ilustrasi beruang hibernasi. Foto: Daniele Levis Pelusi/Unsplash
Jakarta -

Internet dibanjiri video satwa liar lucu hasil rekayasa AI, mulai dari video antarspesies yang sedang bermain bareng hingga hewan bermain trampolin. Meskipun mungkin menggemaskan, video-video rekayasa yang terlihat meyakinkan ini membahayakan upaya konservasi, menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Conservation Biology.

"Mereka mencerminkan karakteristik, perilaku, habitat, atau hubungan antarspesies yang tidak nyata," ujar penulis makalah JosΓ© Guerrero, dari kelompok GESBIO di Cordoba University di Spanyol, dikutip dari Phys.org.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para peneliti sampai pada kesimpulan ini dengan menganalisis banyaknya hasil rekayasa AI yang tersebar di media sosial. Dalam salah satu video yang sangat viral dengan ratusan juta penayangan, sekelompok kelinci terlihat melompat di atas trampolin secara bersamaan. Pada video tersebut, latar belakang tampak statis dan beberapa kelinci yang memantul menghilang di tengah lompatan. Jelas, itu merupakan tanda video tersebut palsu.

Genre populer lainnya adalah kawanan hewan yang tidak lazim seperti beruang kutub dan kucing yang berkumpul bersama, atau bahkan saling menunggangi. Selain terlihat konyol, video yang menampilkan antropomorfis ini menunjukkan kepada kita hewan-hewan dengan perilaku manusia yang jauh dari kenyataan.

ADVERTISEMENT

"Misalnya, kita melihat predator dan mangsa bermain. Video anak yang bermain di halaman, yang menampilkan macan tutul, merusak upaya konservasi spesies seperti ini, karena Anda tidak akan pernah menemukannya dalam situasi seperti itu," ujarnya.

Kolaborator studi RocΓ­o Serrano mengatakan, kesenjangan perilaku antara manusia dan hewan ini sangat terasa di kalangan anak-anak sekolah dasar yang menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang fauna lokal di kalangan anak muda.

"Video-video ini menciptakan hubungan palsu dengan alam, karena spesies yang rentan tampak lebih banyak jumlahnya di video-video ini, dan hal ini berdampak negatif bagi konservasi," tambah Serrano.

Video-video ini juga dapat menciptakan ekspektasi yang menyimpang di kalangan anak-anak, yang mungkin pergi ke pedesaan di wilayahnya, berharap melihat kapibara atau spesies non-asli lainnya yang menunjukkan sifat-sifat magis atau karismatik seperti dalam video.

"Ketika mereka tidak dapat menemukan makhluk-makhluk ini di rumah, mereka mungkin mencoba mencari dan membelinya, yang memicu perdagangan hewan peliharaan eksotis yang sudah lama merusak upaya konservasi," tulis penulis studi lainnya, Tamara Murillo.

Para aktivis hak-hak binatang Wild Welfare pada September lalu pun menyebutkan, video-video lucu rekayasa AI yang memperlihatkan pelukan jarak dekat dengan kucing liar atau berenang di atas lumba-lumba berpotensi menginspirasi perilaku meniru di kehidupan nyata.

"Seorang pelancong yang berniat baik mungkin melihat video AI realistis seekor gajah yang tersenyum menggendong keluarganya melalui hutan dan berasumsi bahwa hal ini wajar dan aman, tanpa menyadari bahwa melakukan aktivitas tersebut seringkali melibatkan hukuman fisik, isolasi, dan kerja keras seumur hidup bagi hewan tersebut," tulis para aktivis.

Fenomena ini tidak hanya berpotensi membahayakan hewan. Jenny Vermilya, sosiolog yang mempelajari hubungan hewan-manusia di University of Colorado Denver berpendapat, menggambarkan hewan seperti beruang sebagai hewan yang lucu dan menggemaskan bisa berbahaya, karena dapat mendorong orang untuk mencari hewan tersebut di alam liar.

"Saya tinggal di dekat Pegunungan Rocky, dan ada sejarah panjang orang-orang yang pergi ke pegunungan ingin berinteraksi dengan hewan liar, dan mereka diterkam," katanya.

Untuk melawan tren yang merusak ini, para penulis studi mengusulkan untuk menawarkan kursus literasi media dan memperkenalkan pengetahuan lingkungan ke dalam kurikulum sekolah, sehingga anak-anak memahami sejak usia dini bahwa tidak ada hewan liar seperti singa berkeliaran di dekat rumah mereka.

Sayangnya, gambar yang dihasilkan AI dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar daripada kesalahpahaman tentang megafauna. Teknologi ini juga sering digunakan untuk memutarbalikkan fakta tentang orang sungguhan.

OpenAI baru-baru ini mengumumkan akan melarang video deepfake Martin Luther King Jr. di perangkat videonya Sora 2 setelah keluarganya mengeluhkan penggambaran yang tidak sopan terhadap pemimpin ikonik tersebut.




(rns/afr)
Berita Terkait