Kuasi-bulan 2025 PN7 yang dijuluki 'bulan kedua' Bumi, secara resmi merupakan bulan semu, menurut NASA. Ilmuwan menyebut setidaknya ada enam kuasi-bulan seperti 2025 PN7.
Pertama kali ditemukan oleh para peneliti pada Agustus 2025, batu luar angkasa ini bukanlah bulan sungguhan, melainkan asteroid yang mengelilingi Matahari dalam waktu yang hampir bersamaan dengan Bumi, sehingga membuatnya tampak, dari sudut pandang Bumi, seolah-olah mengorbit planet kita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, tidak seperti Bulan sebenarnya, 2025 PN7 hanya membayangi Bumi dalam jalur yang tersinkronisasi," kata asisten profesor dan seorang kosmolog observasional dari University of Northeastern Jacqueline McCleary, dikutip dari laman situs University of Northeastern.
Objek langit tersebut termasuk dalam kelompok asteroid Arjuna, yakni kumpulan objek dekat Bumi yang bergerak dalam resonansi dengan Bumi. Karena 2025 PN7 tidak terikat gravitasi ke planet kita seperti Bulan sungguhan, ia bukanlah bulan 'sejati'.
Namun, menurut McCleary, tidak ada aturan sederhana tentang apa yang dianggap sebagai bulan dan apa yang tidak. Ia mengatakan bahwa para astronom telah lama memperdebatkan kriteria, mulai dari batasan ukuran hingga stabilitas orbit.
"Kebanyakan astronom lebih menyukai istilah 'satelit alami' daripada 'bulan' atau 'bulan kecil' yang tidak memiliki definisi yang diterima secara universal," kata McCleary.
"Di dalamnya, terdapat variasi yang sangat besar, bahkan di dalam Tata Surya kita sendiri: dari bulan Mars, Phobos dan Deimos, yang tak lebih dari asteroid yang ditangkap, hingga satelit Galilea Jupiter, yang hampir seukuran Bumi dan memiliki fitur seperti lautan dan gunung berapi di bawah permukaannya," kata McCleary.
Astrofisikawan Jonathan Blazek dari Northeastern University mengatakan bahwa kuasi-bulan 2025 PN7 kemungkinan menjadi tetangga dekat kita selama sekitar 60 tahun. Namun, asteroid ini sangat kecil sehingga hampir tidak dapat dilihat tanpa teleskop besar yang juga mampu memindai area langit yang luas.
Para peneliti dari University of Hawaii, yang bekerja di fasilitas penelitian di Haleakala, Hawaii, menemukan kuasi-bulan ini pada Juli-Agustus menggunakan teleskop Pan-STARRS, yang menurut Blazek dioptimalkan untuk menemukan objek-objek baru di Tata Surya kita, serta 'transien' astronomi lainnya, fenomena kosmologi yang berubah, seperti supernova.
"Observatorium Rubin, yang baru mulai mengambil data awal tahun ini, dan saya terlibat di dalamnya, adalah teleskop yang bahkan lebih besar lagi yang akan menemukan banyak objek baru di Tata Surya," ujar Blazek.
Blazek dan McCleary mencatat bahwa ada bulan parsial atau kuasi lainnya yang mengitari Bumi. Faktanya, setidaknya ada enam 'kembaran' Bulan kita.
"Objek-objek ini semuanya berada pada orbit yang sama dengan Bumi dan tetap cukup stabil selama bertahun-tahun," Blazek menjelaskan.
McCleary mengingatkan pada 2024, Bumi memiliki pendamping singkat yaitu 2024 PT5, sebuah asteroid yang mengorbit planet ini selama beberapa bulan. Namun, 2025 PN7 diperkirakan akan berada di sekitar Bumi hingga 2083. Saat itulah ia akan melayang ke luar angkasa.
"Dalam jangka panjang, orbitnya akan bergeser, dan kuasi-bulan akan menjauh. PN7 2025 diperkirakan akan bertahan selama kurang lebih 60 tahun," kata Blazek.
Para ahli mengatakan 2025 PN7 hampir tidak akan memiliki dampak gravitasi terhadap Bumi karena ukurannya yang cukup kecil secara astronomis. Ia memperkirakan bahwa kuasi-bulan kira-kira seukuran gedung perkantoran kecil dibandingkan dengan bulan, yang menurut perhitungannya sekitar satu kuadriliun kali lebih besar.
"Dengan ukuran hanya 20 meter, ukurannya terlalu kecil untuk memberi dampak terukur pada pasang surut Bumi atau hal lainnya," kata McCleary.
(rns/rns)











































