Ide Gila Cermin Raksasa untuk Pantulkan Matahari, Ilmuwan Cemas

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 24 Okt 2025 19:50 WIB
Ilustrasi cermin Matahari. Foto: CBC
Jakarta -

Bayangkan, kalian sudah bekerja dalam waktu lama, mematikan lampu, dan berbaring di tempat tidur, tiba-tiba langit di luar jendela menjadi menyala seakan-akan hari sedang terang benderang.

Inilah yang mungkin terjadi jika Reflect Orbital berhasil mewujudkan keinginannya. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini berencana mengirim cermin raksasa ke luar angkasa untuk 'jualan' sinar Matahari setelah gelap.

Rencana ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan ilmuwan dan astronom yang sudah lama mengkhawatirkan hilangnya langit malam akibat konstelasi satelit dan polusi cahaya secara keseluruhan.

Namun, perusahaan rintisan asal California itu berkilah dan berusaha meyakinkan publik terkait idenya, dengan mengatakan bahwa rencana ini dapat membantu memecahkan masalah energi sekaligus menyediakan penerangan untuk situasi seperti mitigasi bencana dan banyak lagi.

Kalangan Astronom Menentang

Aaron Boley, seorang astronom dan profesor madya di University of British Columbia mengatakan ada kesalahpahaman mendasar atau kesalahan penafsiran yang disengaja di situs web perusahaan tersebut.

"Mereka sedang membicarakan tentang pengurangan polusi cahaya dengan menghadirkan cahaya raksasa dari luar angkasa. Dan sepertinya mereka benar-benar ingin menunjukkan bahwa karena ini adalah sinar matahari alami, maka ini bukan polusi," ujarnya seperti dikutip dari CBC.

Reflect Orbital mengajukan permintaan kepada Federal Communication Commission AS untuk meluncurkan satelit pertamanya, EARENDIL-1. Mereka mengusulkan penggunaan satelit untuk memancarkan sinar Matahari yang dipantulkan ke lokasi tertentu, seperti ladang surya setelah Matahari terbenam.

Perusahaan ini telah mengusulkan beberapa ukuran satelit yang berbeda, mulai dari 10 x 10 meter, 18 x 18 meter, dan bahkan 54 x 54 meter. Tetapi bahkan pada ukuran teratas, beberapa ahli mengatakan bahwa untuk menyediakan cukup sinar Matahari ke ladang surya, akan dibutuhkan ribuan satelit.

"Jika Anda ingin mengamati Matahari tengah hari misalnya, Anda akan membutuhkan cermin yang, dari tanah, tampak berukuran sama dengan Matahari itu sendiri di langit," kata Michael Brown, seorang profesor madya astronomi di Monash University di Melbourne, Australia.

"Itu berdiameter beberapa kilometer saat berada di orbit. Nah, tidak ada yang akan meluncurkan cermin selebar itu, jadi yang mereka lakukan adalah meluncurkan beberapa cermin yang lebih kecil. Dan Reflect Orbital berbicara tentang cermin berukuran 54 meter persegi. Dan untuk menghasilkan 20% dari Matahari tengah hari saja, sepertinya Anda membutuhkan sekitar 3.000, mungkin lebih banyak cermin seperti ini," jelasnya.

Bukan Konsep Baru

Gagasan cermin antariksa sebenarnya bukan hal baru. Ide serupa pertama kali diusulkan pada 1920-an. Pada 4 Februari 1993, Rusia meluncurkan Znamya 2, sebuah cermin antariksa berdiameter 25 meter yang menghasilkan titik terang sepanjang lima kilometer. Beberapa hari kemudian, cermin tersebut terbakar di atas langit Kanada.

AS dan Badan Antariksa Eropa ESA juga telah mengajukan proposal serupa, meskipun sejauh ini belum ada yang terealisasi. Beberapa pihak berpendapat bahwa hal ini terjadi karena tidak memungkinkan. Lalu mengapa gagasan ini masih dianggap menarik?

"Dengan semakin banyaknya objek di orbit, muncul mentalitas bahwa jika Anda bisa melakukan sesuatu dari luar angkasa, Anda harus melakukannya dari luar angkasa. Dan saya pikir itulah yang mendorong sebagian gagasan ini," kata Boley.

Ia menjelaskan bahwa agar cermin tersebut berfungsi, satelit harus berada di orbit kutub, seperti cincin yang bergerak dari kutub selatan ke kutub utara. Dengan begitu, satelit akan berada tepat di atas Kanada.

"Ada masalah lain, seperti cahaya yang bersinar padahal kita tidak menginginkannya di sana. Jadi karena kita memiliki desain sinkron-Matahari ini, maka satelit-satelit ini akan menyapu Kanada seperti senja yang menyapu Kanada. Jadi, Kanada seharusnya sangat vokal tentang hal itu," ujarnya.

Konsekuensi

Reflect Orbital memperkirakan cahaya yang dihasilkan oleh cerminnya akan meluas hingga beberapa kilometer. Ada kekhawatiran tentang bagaimana rencana itu dapat berdampak tidak hanya pada orang-orang yang tidak menginginkan cahaya, tetapi juga satwa liar.

John Barentine, pendiri Dark Sky Consulting, mengatakan masih banyak yang belum diketahui tentang detail teknis Reflect Orbital. Namun, ia menambahkan, informasi yang diungkapkan perusahaan menunjukkan bahwa hal itu akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

"Objek-objek ini akan tampak seperti bintang-bintang yang sangat terang di langit dan bergerak perlahan jika dilihat dari jarak ratusan kilometer dari titik di permukaan tanah tempat cahaya itu muncul," ujarnya.

"Ini terjadi di saat dunia sedang gelap. Ekspektasi biologi (hewan) adalah bahwa kondisi di sekitar mereka akan gelap. Saya khawatir soal ini, misalnya jika seekor burung yang bermigrasi, yang sekarang kita tahu menavigasi dengan bintang-bintang pada tingkat tertentu, hal ini bisa sangat membingungkan mereka," jelasnya.

"Selain itu, ada implikasi untuk observatorium, baik profesional maupun amatir. Reflect Orbital memang mengatakan pihaknya tidak akan menimbulkan polusi cahaya di observatorium. Tetapi jika ada objek terang yang tampak seperti bintang yang bergerak di langit jauh dari tempat sinar mencapai tanah, jika berada di dekat observatorium, itu tetap menjadi masalah," kata Barentine.

Brown, dari Monash University, juga prihatin dengan gangguan radio yang tidak disengaja dari satelit. Baru-baru ini ditemukan bahwa satelit Starlink milik SpaceX menimbulkan gangguan di observatorium radio. Namun, ada hal lain yang membuatnya tertekan.

"Anehnya, saya juga lebih khawatir, dari sudut pandang estetika. Saya suka langit menjadi semacam alam liar bersama," ujarnya.

"Kalau kita pergi ke suatu tempat yang bagus dan gelap, melihat langit malam, dan malah terus-menerus teringat teknologi, menurut saya itu agak merugikan," tutupnya.



Simak Video "Video: Potret Bagain Kutub Matahari Tertangkap Kamera Ilmuwan"

(rns/rns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork