Karnaval sound horeg sudah lama dikritik masyarakat, terutama yang terkena dampaknya langsung. Getaran dan kekuatan suara yang dihasilkan terkadang sampai mengakibatkan kerugian rusaknya bangunan dan rumah warga.
Sound horeg kembali ramai dibicarakan karena viral seorang wanita warga Pati, Jawa Tengah, nyaris dikeroyok setelah menyiram rombongan karnaval sound horeg lantaran terganggu oleh suaranya.
Berbincang dengan Hana Arisesa M.Eng, Ketua Kelompok Riset Radio Frekuensi, Microwave, Akustik, dan Photonic, Pusat Riset Telekomunikasi Organisasi Riset Elektronika dan Informatika Badan Riset dan Inovasi Nasional, secara teori ada cara yang memungkinkan untuk melawan paparan suara keras seperti sound horeg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Audio ini suatu teknologi yang banyak digunakan tidak hanya outdoor, tapi juga indoor. Di indoor, baik di aula, gedung, ada ilmu tersendiri bagaimana menyajikan audio di suatu ruangan dengan baik. Beberapa penelitian yang pernah saya baca, memang ada beberapa trik menghasilkan sinyal audio yang baik," kata Hana saat dihubungi detikINET.
Ada beberapa penelitian menarik tentang teknologi audio yang menurutnya bisa menjadi sebuah ide 'melakukan counter paparan suara keras', yakni berangkat dari teori superposisi gelombang (wave superposition).
"Ini sebuah ide, bisa atau tidaknya perlu diteliti lebih lanjut. Audio itu kan termasuk gelombang. Seandainya ada dua gelombang frekuensinya sama, fasenya sama, superposisi gelombang ini ketika dua gelombang dijumlahkan, dia akan naik resultannya. Artinya, fisiknya itu, kalau dia gelombang bunyi, akan makin besar amplitudenya, powernya semakin besar, audio yang terdengar di telinga makin besar," Hana menjelaskan.
Disebutkan Hana, teknik semacam ini digunakan di dalam ruangan untuk meningkatkan kualitas audio di dalam gedung. Bagaimana jika di luar ruangan seperti karnaval sound horeg?
"Bagaimana idenya? Kalau tadi superposisi, sekarang kebalikannya, anti-superposisi. Intinya dua gelombang ini, kalau tadi kan dijumlahkan, frekuensinya sama, fasenya sama, dia akan semakin besar. Sekarang diganti fasenya berkebalikan. Gelombang satu bisa meng-cancel gelombang kedua, agar hasil resultannya nol, berarti tidak ada power, amplitudo 0, tidak ada bunyi," urainya.
"Secara teori demikian, tapi secara prakteknya bisa atau tidak, akan melibatkan berbagai macam teknik dan banyak faktor, perlu diriset. Kan menarik juga misalkan ada speaker horeg, untuk menertibkan polisi punya alat seperti itu tapi berkebalikan fasenya, jadi dia meng-0-kan. Bahkan itu bisa menjadi penemuan yang bagus, cuma harus diperhitungkan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Hana menambahkan bahwa sebuah riset harus melibatkan banyak komponen dan sudut pandang, termasuk mengenai isu sound horeg ini.
"Sebagai peneliti kami bukan pembuat keputusan. Kalau dari sisi peraturan ya kita harus mengikuti aturan bagaimana ambang batas tingkat kebisingan," ujarnya.
"Tapi kan ada faktor lain, termasuk kearifan lokal, apakah yang seperti itu masih dalam batas kewajaran, masyarakat masih menoleransi misalnya toh ini cuma setahun sekali, dan lain sebagainya," Hana menambahkan.
(rns/rns)